PART 5
Abeoji baru saja mengirimkan pesan singkat untukku.
Dia mengajakku makan siang. Tumben sekali ia mengajakku makan siang. Ini kali
pertama aku bertemu dengannya setelah 3 bulan ia berada di Amerika untuk
mengurus bisnisnya.
“ Oh, sehun-a,
wasseo,” ucapnya. Aku hanya tersenyum lalu duduk tepat dihadapannya.
“ Bagaimana kabar Abeoji?” tanyaku pada Kris, abeojiku.
“ Baik saja, Sehun-a. Bagaimana dengan pelajaranmu?” kini Abeoji yang berbalik bertanya padaku.
“ Sejauh ini tidak ada kesulitan yang berarti, Abeoji. Semuanya bisa kukendalikan. Aboeji tenang saja,” sahutku tersenyum
padanya.
“ Ini baru anak Abeoji. Neoumu charasseo!” pujinya padaku. Tak lama, ia menerima
sebuah telepon. Aku lalu mengeluarkan ponselku dan mengirim pesan pada Luhanku
tentang makan siangku bersama Abeoji.
Balasannya yang ceria membuatku tak bisa menahan tawa kecilku. Aku juga menatap wallpaper ponsel yang terpampang foto
Luhan dan diriku.
“ Sehun-a...”
panggil Abeoji menyadarkanku dan menyimpan kembali ponselku.
Wajah Abeoji terlihat sangat serius.
Seperti ada sesuatu yang penting.
“ Kudengar, kau sangat dekat dengan pembantu
baru yang kalau tidak salah namanya Luhan. Benarkah?” tebaknya membulatkan
mataku.
“ N-ne,
Abeoji. Aku dekat dengan Luhan. Aku nyaman bersamanya. Dia sangat mengerti
aku, Abeoji,” jawabku jujur. Tak ada
senyum diwajah Abeoji, melainkan
wajah datar yang menatapku.
“ Jauhi dia. Dia tidak pantas berada
disekitarmu,” seru Abeoji menekankan
untuk aku menjauhi Luhan. Mataku membelalak karena penuturan Abeoji.
“ T-tapi, mengapa Abeoji? Mengapa aku harus menjauhi dia?” tanyaku berusaha
memperjelas maksud Abeoji.
“ Dia hanya akan menghambatmu untuk kedepannya,
Sehun. Kau harus menjauhinya!” perintahnya dengan suara yang mulai meninggi.
“ Aku tidak bisa, Abeoji. Aku terlanjur mencintainya, Abeoji. Aku mencintai Luhan, Abeoji,”
balasku memelas memohon belas kasihan Abeoji.
Wajah Abeoji seketika mengeras karena
penuturanku.
“ Permainan macam apa ini, Oh Sehun! Kau sudah
bermain terlalu jauh! Mulai sekarang tinggalkan dia!” suara Abeoji telah
meninggi.
“ Abeoji,
kumohon kali ini saja Abeoji
mengabulkan permintaanku. Selama ini aku telah melakukan semua yang Abeoji pinta. Untuk sekarang, kumohon
biarkan Luhan tetap bersamaku. Selain Ibu, Luhan adalah alasan aku tetap bertahan
seperti ini, Abeoji. Butakhanda, Abeoji,”
Suaraku melemah dengan terus memohon
kepada Abeoji.
“ Oh Sehun! Abeoji
tidak mau tau! Kau harus tetap menjauhinya!” serunya tetap pada pendiriannya.
Dengan membanting serbet makannya, Abeoji
langsung meninggalkanku. Aku lalu mendudukkan diriku kembali dan menarik
nafasku.
“ Kali ini, aku tidak akan membiarkan Abeoji memisahkanku dengan Luhan. Tidak
akan,” gumamku lalu meninggalkan ruangan ini. Kuputuskan untuk membolos sekolah
serta pelajaran tambahan dan memilih untuk pulang kerumah menemui Luhanku.
Luhan tak boleh tau tentang ini. Aku takut dia khawatir.
©
“ Sehunnie, kita mau kemana?
Mengapa buru-buru sekali?” Luhan bertanya dengan wajah bingungnya. Bagaimana ia
tak bingung, sekembalinya aku dari pertengkaranku dengan Abeoji, aku langsung mengemas pakaianku dan langsung menarik Luhan
lalu pergi bersamaku. Hingga malam ini, kami masih dalam perjalanan. Hanya aku
dan Luhan.
“ Aku hanya ingin pergi sejauh mungkin agar tak ada yang akan
memisahkan kita, Luhanku,”
“ Kita akan pergi berlibur,
Luhannie,” jawabku dengan senyum palsu yang sedari tadi siang terus saja
kupamerkan. Senyum polos Luhanku mengembang. Senyum itu mampu membuat hatiku
yang gunda gulana menjadi tenang kembali.
Tak lama, kami sampai. Villa milikku yang kubeli dari gaji saat
bekerja diperusahaan Abeoji-ku dulu.
Walau ini masih uang Abeoji-ku, namun
aku mendapatkannya dengan berusaha terlebih dahulu. Setiap hari, villa ini
dibersihkan oleh orang yang sengaja kugaji untuk merawat villa ini. Jika ada
waktu, aku juga sering main ke villa ini untuk sekedar liburan.
“ Wah~ Bagus sekali,” pujian
terlontar dari mulut kecil Luhanku ketika kami telah berada didalam Villa
milikku. Ku usap kepalanya pelan lalu tersenyum.
“ Kau tidak mandi, Luhannie?
Apa, mau mandi bersamaku~?” godaku saat aku telah membuka baju kaosku. Kulihat
ia memalingkan wajahnya saat aku telah dalam keadaan topless.
“ A-aniyo. Tapi, aku tidak punya baju ganti, sehunnie. Tadi Sehunnie
langsung menarikku alhasil, aku hanya membawa diri saja,” protesnya dengan
wajah yang bersemu merah dan suaranya yang kecil nan lembut.
Kudekati dia lalu mendekapnya
pelan dan hangat. “ Maaf, Luhannie. Kita bisa berbagi pakaian, kok. Nanti
sehabis mandi, pakaialah pakaianku,”
Kurasakan anggukan kecilnya. “
Cepatlah mandi, Hunnie. A-aku malu melihat sehunnie topless,” kicaunya dengan kepala tertunduk. Senyum geliku terukir
karena kepolosan kekasihku ini. Kuusap kepalanya lalu memasuki kamar mandi.
©
Aku baru saja selesai dengan kegiatan mandiku.
Aku hanya tinggal menunggu Luhanku selesai mandi. Sebelumnya, aku telah
memilihkan sebuah celana tidur berbahan katun berwarna putih serta kemeja putih
polos kepadanya.
“ Sehunnie...”
Akhirnya Luhan selesai mandi. Kini ia berjalan kearahku.
Aku menatap kagum kearahnya. Luhan sangat manis! Manis! Manis! dengan kemeja
putih polos milikku. Kemejaku kebesaran untuknya hingga ia seperti tenggelam
kedalamnya. Lengannya tak Nampak karena lengan kemejaku jauh lebih panjang dibanding
lengannya.
“ Nae Luhan
manis sekali...” gemingku pelan dengan tatapan tak lepas dari sosok manisnya.
Wajahnya yang blushing semakin
membuatnya manis. Ia lalu menghampiriku dan mendudukkan diri disampingku.
Tangannya sedikit bergetar. Villa ini belum sempat kupasangi mesin air hangat,
jadinya kami hanya mandi menggunakan air dingin.
“ Uri Luhannie
kedinginan ya? Uhh~” ucapku lalu memeluknya agar dia hangat. Ia hanya terkekeh
kecil dan memeluk lenganku yang melingkar dipundaknya. Kami saling
menghangatkan satu sama lain.
“ Aku baru ingat kalau kita belum makan apapun daritadi.
Bagaimana kalau aku masakkan sesuatu?” tawar Luhanku tersenyum manis. Aku
menatapnya heran dan dengan senyum mengejek.
“ Memangnya Luhannie bisa masak?” tanyaku dengan nada tak
percaya dan berniat menggodanya lagi.
“ Tentu saja bisa! Koki didapur pernah mengajariku memasak.
Sehunnie saja yang tidak tau,” elaknya begitu percaya diri. Deretan gigiku
terpamer akibat gurauannya. Luhan dengan semangat mengajakku ke dapur villa dan
merogoh isi kulkas yang sudah diperbaharui oleh orang suruhanku.
“ Sehunnie duduk disini dulu, ya. Tunggu aku memasak. Arraseo?” suruhnya imut. Aku hanya
mengangguk dan mengelus pelan pipi imutnya.
Gurauannya tadi ternyata benar, tak sampai satu jam,
makanan telah tersaji didepan kami. Luhan lalu menatap makanan itu dengan
sangat senang. Matanya yang indah bergerak dengan sangat lincah dan ceria. Ah!
Imutnya!
“ Selamat makan!” teriaknya semangat.
“ Ayo dimakan, sehunnie,” bujuknya ada nada merajuk
disana. Senyumku tak pernah bisa hilang karena Luhan selalu bisa memancing
senyum dengan tingkahnya.
“ Mashida.
Masakan luhannie enak sekali,” pujiku saat masakannya telah memasuki mulutku.
Aku tak membual, masakannya memang enak. Kulihat, senyumnya mengembang besar
dan manis.
Suasana makan kami dipenuhi dengan canda tawa. Sesekali,
Luhan memegangi bibirku untuk memastikan tak ada makanan yang menyangkut
disana. Sentuhan- sentuhan itu, perhatian itu, senyum manis itu, suara lembut
itu, itu semua hanya untukku dan hanya milik Luhanku. Walau hal kecil seperti
itu, aku tetap merasa itu adalah hal termanis dari kekasih manisku, Luhan.
“ Apa Sehunnie sudah kenyang?” tanyanya menatapku polos
dengan mata indah nan imutnya.
“ Belum. Aku belum mendapatkan makanan penutupku. Aku
boleh request tidak?” tanyaku padanya
membuat ekpresinya semakin lucu. Auh! Lucunya!
“ Bilang saja. Akan kubuatkan untuk Sehunnie,” setujunya
sambil membereskan perkakas makan tadi. Kudekati ia sambil menundukkan kepalaku
agar sejajar dengannya namun berposisi disampingnya.
“ Aku ingin Luhanku sebagai makanan penutupku~” bisikku
dengan suara yang sengaja kudesahkan. Kumajukan lagi wajahku dan mengigit pipi
kenyalnya. Pipi memerah ini benar-benar manis.
“ Kyaaa!!! Sehunnie yadong!!!”
pekiknya dengan cepat kabur dariku sambil membawa perkakas tersebut menuju
pencucian perkakas.
“ Hahahaha!!! Reaksinya berlebihan sekali! Lucu sekali!
Hahaha!!” tawaku meledak karena responnya yang tak terduga. Seperti anak kecil
yang dikejar-kejar monster.
©
“ Luhan, kemari,” panggil
Sehun lembut. Ia kini sedang menonton Tv. Nampan yang kubawa berisi susu dan
potongan berbagai macam buah. Kutarik nafasku dan perlahan-lahan mendekati
Sehun.
“ I-ini makanan penutup untuk
Sehunnie. Tapi, janji jangan memakanku, ne?”
ujarku masih berdiri di sampingnya. Kekehannya kembali keluar. Dia sangat suka
menggoda hingga aku kehabisan kata-kata dibuatnya.
“ Iya, Luhan sayang. Aku hanya
bercanda. Ayo sini duduk,” Aku tersenyum senang dan meletakkan nampan itu
dimeja tepat didepan kami. Saat duduk, aku langsung menyerang Sehun dengan
memeluknya dibagian pinggang dan menyandarkan kepalaku didadanya.
“ Sehun selalu nyaman bila
dipeluk. Hihihi,” kekehku kecil sambil menghirup wangi tubuh pacarku ini.
“ Luhan juga selalu nyaman
ketika memeluk Sehun dan dipeluk Sehun,” balasnya membuat semburat merah
dipipiku muncul lagi. Aku bisa melihat rahang serta leher Sehun bergerak ketika
mengunyah dan menelan makanan penutupnya. Tanpa sadar, aku terus menatap
lehernya dan pada akhirnya menyentuhnya dengan ujung jariku. Halus sekali.
Sesekali, saat ia mulai merasa geli, aku pasti terkekeh.
“ Luhan...” serunya menatapku.
“ Hehehe...” Aku hanya
membalas dengan kekehanku. Dan terus saja menyentuh leher serta daerah sekitar
dagunya.
Klip!
Nafasku seketika langsung tercekat
di tenggorokanku. Lampu tiba-tiba mati dan suasana gelap sekali. Jujur, aku
tidak suka suasana gelap seperti ini. Dan parahnya lagi, di luar sana ternyata
sedang hujan. Hujannya sih aku suka, tapi kalau mati lampu dan hujan, itu
perpaduan yang tidak kusukai.
“ S-sehunnie...” gemingku
pelan dan bergetar. Kueratkan pelukanku pada Sehun.
“ Iya, aku disini, Lu,”
jawabnya lembut. Syukurlah masih Sehun yang ada dipelukanku. Kupikir, sudah
berganti menjadi sosok atau orang lain.
Sehun lalu bangkit disusul
denganku. Ia memegangi tanganku tanpa pernah melepasnya. Kami menuju tempat
tegangan listrik berada.
“ Hati-hati, Hunnie,” ucapku
saat ia mulai naik tangga untuk mengecek tegangan listrik. Kulihat, ia hanya
mengangguk dengan tersenyum. Tak lama, kulihat ia menggeleng lalu turun dari
tangga dan mengembalikan posisi tangga ke posisi semula.
“ Bagaimana, Hunnie?” tanyaku
setelah membersihkan debu yang sedikit menempel di lengannya. Ia menggeleng
kecil. “ Masalah terletak pada gardu pusat. Sepertinya karena hujan jadi ada
yang rusak. Jadinya berimbas hingga kesini,”
“ Lalu sekarang bagaimana?”
aku kembali bertanya. Sehun membawaku kembali masuk kedalam rumah dan kembali
duduk di sofa depan tv.
“ Kita hanya bisa menunggu
kapan gardu pusat diperbaiki. Mungkin, besok pagi akan diperbaiki oleh petugas
listrik,” jawabnya mendesah pelan. Akupun juga mendesah dibuatnya. Saat ini,
kami hanya menggunakan penerangan yakni dari ponsel kami masing-masing. Sehun
lalu memegang tanganku lagi dan mengajakku ke kamar tidur kami. Ia mendudukkan
aku di ranjang sementara ia membuka laci dan mengeluarkan sesuatu.
“ Itu apa, Hunnie?” tanyaku
heran.
“ Lilin untuk penerangan kita,
Luhannie. Aku baru ingat kalau aku punya banyak,” jawabnya tersenyum sambil
menyalakan lilin itu satu persatu. Perlahan-lahan, kamar tempat kami sekarang
ini menjadi terang temaram karena lilin milik Sehun. Lebih indah daripada
menggunakan penerangan lampu. Bentuk lilinnya juga lucu.
“ Hihihi, bagus sekali.
Ruangan ini jadi lebih nyaman dan indah dengan lilin-lilin ini. Hihih,” kikikku
menggoyang-goyangkan kakiku. Aku benar-benar menikmati ruangan ini.
“ Iya. Ruangan ini jadi lebih
romantis,” jawabnya membuatku tersipu malu. Bunyi hujan diluar semakin keras.
Hujan diluar pasti sangat deras dan memburu. Sesekali, jendela kamar menjadi
sasaran tatapanku. Suara hujan tersebut membuat agak paranoid.
“ Baby Lu kenapa? Masih takut?” Sehun duduk disampingku dengan
menatap wajahku. Aku hanya mengangguk kecil.
Ia tersenyum lembut lalu memelukku hangat.
“ Tidak usah takut. Aku disini
kok. Aku tidak akan pergi kemana-mana,” tukasnya lembut sekali sembari mengelus
punggung dan kepalaku. Rasa aman langsung menyesap masuk kedalam hatiku. Damai
pun begitu terasa.
“ Sehunnie, aku mengantuk~”
keluhku lalu menguap tepat didepan wajah Sehun. Ia hanya bisa tersenyum geli.
Aku lalu menidurkan tubuhku di tempat tidur. Sehun menyelimuti tubuhku dengan
sayang dan tak lama juga turut menyelimuti dirinya dengan selimut yang sama.
Gluduk...Gluduk!
“ S-sehunnie? Apa Sehunnie
sudah tidur?” panggilku dengan suara bergetar. Bunyi Guntur membuatku kembali
paranoid. Pikiranku mulai menjalar kemana-mana dan tidak-tidak.
“ Hm? Waeyo, Lu?” jawabnya lalu memelukku dan menyandarkan kepalaku di dadanya.
Nyaman sekali.
“ A-aku takut. Gunturnya mulai
bunyi-bunyi,” bisikku kecil. Ia lalu menatapku dan tersenyum manis. Di kecupnya
bibirku pelan dan singkat dan kembali menatapku.
“ Tidak apa-apa, Luhannie.
Tidurlah, tidak akan terjadi apa-apa,” ucapnya menenangkanku. Suaranya yang
lembut dan tatapannya yang teduh membuat rasa takutku berangsur-angsur
berkurang. Aku mengangguk kecil lalu menutup mataku dalam pelukan hangat dan
nyamannya.
©
“ Ngg~” keluhku saat mataku terbuka. Ternyata
sudah hampir beranjak siang. Saat kuraba ranjangku, Luhanku sudah tidak ada.
Sepertinya dia telah bangun lebih dulu. Hari ini, aku berencana mengajaknya
jalan-jalan. Kini aku telah berdiri dan bersiap mencari dimana Luhanku
sekarang.
“ Kemana dia?” Aku berdiri terdiam. Aku sudah berjalan
menuju dapur, ruang tengah, kamar mandi, bagian belakang serta depan villa,
namun aku tidak juga mendapati sosok Luhanku. Aku mulai bingung dan panic.
Kembali kucari sosoknya disetiap sudut villaku. Aku tetap tidak mendapatinya.
“ Luhannie? Luhan kau dimana? Jangan mengerjaiku
seperti ini? Ini sama sekali tidak lucu, Luhannie,” panggilku sembari terus
mencarinya. Aku berharap ada jawaban darinya, namun nihil. Hanya suaraku saja
yang menggema.
“ Luhan! Oediya?!”
Aku mulai frustasi karena tak kunjung mendapati sosok dan mendengar jawaban
panggilanku. Kujambak rambutku frustasi. Kemana Luhanku? Mengapa dia tiba-tiba
menghilang. Nafasku memburu. Kuputuskan untuk kembali kekamar dan mengambil
kasar ponselku. Kucoba menghubunginya. Tidak, dia tak membawa ponselnya.
Ponselnya tertinggal diranjang.
Tubuhku merosok hingga lantai. Tanpa sadar air mataku
jatuh. Aku lelah tak mendapati Luhan dimanapun. Mengapa dia tiba-tiba
menghilang seperti ini? Aku ingat betul, semalam ia masih tertidur dalam
dekapanku. Pandanganku teralihkan oleh sebuah kertas kecil di meja kecil di kamarku.
Aku langsung menyabetnya dengan kasar dan membukanya.
Dear, Tuan Muda
Tampanku, Oh Sehun
Sehunnie, mianhae. Mungkin
saat Sehunnie membaca surat ini, aku sudah tidak ada. Aku baru sadar, jika
keberadaanku disamping Sehunnie hanya membuat masa depan Sehunnie menjadi
suram. Sampai kapanpun seorang budak tetap tidak bisa bersanding dengan Tuan
seperti Sehunnie. Aku harap, Sehunnie bisa melanjutkan hidup tanpa aku. Aku
percaya, Masa depan Sehunnie akan lebih cerah tanpa seorang budak seperti aku.
Untuk terakhir kalinya aku ingin bilang “ Saranghaeyo, Oh Sehun. Terima kasih
karena telah mencintai aku, Xi Luhan “
Xi Luhan...
“ Andwae...Andwae...Andwaee!!!!”
teriakku frustasi setelah membaca surat dari Luhanku. Aku terus menggelengkan
kepalaku sambil mataku tak beralih dari surat Luhanku. Nafasku memburu. Aku tak
mau mempercayai ini.
“
Luhan pasti hanya bercanda. Iya, dia pasti bercanda. Luhannie, berhenti
bercanda. Cepat keluar dari persembunyianmu, Luhannie. Sudah cukup
bercandanya,” aku berbicara seolah-olah Luhan ada bersamaku. Sepi, tak ada
suara selain suaraku.
“
Arghhhh!!! Luhan!!! Kumohon kembalilah! Jebalyo...”
kujambak rambutku. Ternyata ini nyata. Luhan benar-benar pergi dariku.
“
Mana janjimu padaku dulu?! Kau pernah bilang, tidak akan pernah meninggalkanku!
Tapi, kenapa kau pergi?! Apa salahku padamu?! Kumohon kembalilah, Luhanku...”
Kontrol diriku menghilang. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak habis fikir
ini semua terjadi.
“
Luhan, kumohon kembalilah. Aku tidak bisa kalau tidak denganmu. Bagaimana aku
harus hidup tanpamu? Kumohon jangan seperti ini, Luhannie...” lirihku
disela-sela air mata yang terus keluar.
Luhanku
pergi tanpa aku tau. Bagaimana sakitnya hatiku ini. Rasanya, hatiku seperti
dicabik-cabit serta disayat dengan silet lalu kemudian di tetesi jeruk nipis.
Perihnya membuatku meringis dan menangis. Aku tidak tau harus berbuat apa tanpa
Luhanku. Luhanku, kumohon kembalilah padaku...
TBC...Next part...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar