Wellcome To My Blog and enjoy

Minggu, 10 Maret 2013

HUNHAN FF- You're my reason part 5



PART 5

Abeoji baru saja mengirimkan pesan singkat untukku. Dia mengajakku makan siang. Tumben sekali ia mengajakku makan siang. Ini kali pertama aku bertemu dengannya setelah 3 bulan ia berada di Amerika untuk mengurus bisnisnya. 

“ Oh, sehun-a, wasseo,” ucapnya. Aku hanya tersenyum lalu duduk tepat dihadapannya.

“ Bagaimana kabar Abeoji?” tanyaku pada Kris, abeojiku. 

“ Baik saja, Sehun-a. Bagaimana dengan pelajaranmu?” kini Abeoji yang berbalik bertanya padaku. 

“ Sejauh ini tidak ada kesulitan yang berarti, Abeoji. Semuanya bisa kukendalikan. Aboeji tenang saja,” sahutku tersenyum padanya.

“ Ini baru anak Abeoji. Neoumu charasseo!” pujinya padaku. Tak lama, ia menerima sebuah telepon. Aku lalu mengeluarkan ponselku dan mengirim pesan pada Luhanku tentang makan siangku bersama Abeoji. Balasannya yang ceria membuatku tak bisa menahan tawa kecilku. Aku juga menatap wallpaper ponsel yang terpampang foto Luhan dan diriku. 

“ Sehun-a...” panggil Abeoji  menyadarkanku dan menyimpan kembali ponselku. Wajah Abeoji terlihat sangat serius. Seperti ada sesuatu yang penting. 

“ Kudengar, kau sangat dekat dengan pembantu baru yang kalau tidak salah namanya Luhan. Benarkah?” tebaknya membulatkan mataku. 

N-ne, Abeoji. Aku dekat dengan Luhan. Aku nyaman bersamanya. Dia sangat mengerti aku, Abeoji,” jawabku jujur. Tak ada senyum diwajah Abeoji, melainkan wajah datar yang menatapku. 

“ Jauhi dia. Dia tidak pantas berada disekitarmu,” seru Abeoji menekankan untuk aku menjauhi Luhan. Mataku membelalak karena penuturan Abeoji. 

“ T-tapi, mengapa Abeoji? Mengapa aku harus menjauhi dia?” tanyaku berusaha memperjelas maksud Abeoji.

“ Dia hanya akan menghambatmu untuk kedepannya, Sehun. Kau harus menjauhinya!” perintahnya dengan suara yang mulai meninggi.

“ Aku tidak bisa, Abeoji. Aku terlanjur mencintainya, Abeoji. Aku mencintai Luhan, Abeoji,” balasku memelas memohon belas kasihan Abeoji. Wajah Abeoji seketika mengeras karena penuturanku.

“ Permainan macam apa ini, Oh Sehun! Kau sudah bermain terlalu jauh! Mulai sekarang tinggalkan dia!” suara Abeoji telah meninggi.

Abeoji, kumohon kali ini saja Abeoji mengabulkan permintaanku. Selama ini aku telah melakukan semua yang Abeoji pinta. Untuk sekarang, kumohon biarkan Luhan tetap bersamaku. Selain Ibu, Luhan adalah alasan aku tetap bertahan seperti ini, Abeoji. Butakhanda, Abeoji,”  Suaraku melemah dengan terus memohon kepada Abeoji

“ Oh Sehun! Abeoji tidak mau tau! Kau harus tetap menjauhinya!” serunya tetap pada pendiriannya. Dengan membanting serbet makannya, Abeoji langsung meninggalkanku. Aku lalu mendudukkan diriku kembali dan menarik nafasku. 

“ Kali ini, aku tidak akan membiarkan Abeoji memisahkanku dengan Luhan. Tidak akan,” gumamku lalu meninggalkan ruangan ini. Kuputuskan untuk membolos sekolah serta pelajaran tambahan dan memilih untuk pulang kerumah menemui Luhanku. Luhan tak boleh tau tentang ini. Aku takut dia khawatir.
©           
“ Sehunnie, kita mau kemana? Mengapa buru-buru sekali?” Luhan bertanya dengan wajah bingungnya. Bagaimana ia tak bingung, sekembalinya aku dari pertengkaranku dengan Abeoji, aku langsung mengemas pakaianku dan langsung menarik Luhan lalu pergi bersamaku. Hingga malam ini, kami masih dalam perjalanan. Hanya aku dan Luhan. 

“ Aku hanya ingin pergi sejauh mungkin agar tak ada yang akan memisahkan kita, Luhanku,” 

“ Kita akan pergi berlibur, Luhannie,” jawabku dengan senyum palsu yang sedari tadi siang terus saja kupamerkan. Senyum polos Luhanku mengembang. Senyum itu mampu membuat hatiku yang gunda gulana menjadi tenang kembali. 

Tak lama, kami sampai. Villa milikku yang kubeli dari gaji saat bekerja diperusahaan Abeoji-ku dulu. Walau ini masih uang Abeoji-ku, namun aku mendapatkannya dengan berusaha terlebih dahulu. Setiap hari, villa ini dibersihkan oleh orang yang sengaja kugaji untuk merawat villa ini. Jika ada waktu, aku juga sering main ke villa ini untuk sekedar liburan. 

“ Wah~ Bagus sekali,” pujian terlontar dari mulut kecil Luhanku ketika kami telah berada didalam Villa milikku. Ku usap kepalanya pelan lalu tersenyum. 

“ Kau tidak mandi, Luhannie? Apa, mau mandi bersamaku~?” godaku saat aku telah membuka baju kaosku. Kulihat ia memalingkan wajahnya saat aku telah dalam keadaan topless. 

A-aniyo. Tapi, aku tidak punya baju ganti, sehunnie. Tadi Sehunnie langsung menarikku alhasil, aku hanya membawa diri saja,” protesnya dengan wajah yang bersemu merah dan suaranya yang kecil nan lembut. 

Kudekati dia lalu mendekapnya pelan dan hangat. “ Maaf, Luhannie. Kita bisa berbagi pakaian, kok. Nanti sehabis mandi, pakaialah pakaianku,”

Kurasakan anggukan kecilnya. “ Cepatlah mandi, Hunnie. A-aku malu melihat sehunnie topless,” kicaunya dengan kepala tertunduk. Senyum geliku terukir karena kepolosan kekasihku ini. Kuusap kepalanya lalu memasuki kamar mandi.
©           
                Aku baru saja selesai dengan kegiatan mandiku. Aku hanya tinggal menunggu Luhanku selesai mandi. Sebelumnya, aku telah memilihkan sebuah celana tidur berbahan katun berwarna putih serta kemeja putih polos kepadanya. 

            “ Sehunnie...” 

            Akhirnya Luhan selesai mandi. Kini ia berjalan kearahku. Aku menatap kagum kearahnya. Luhan sangat manis! Manis! Manis! dengan kemeja putih polos milikku. Kemejaku kebesaran untuknya hingga ia seperti tenggelam kedalamnya. Lengannya tak Nampak karena lengan kemejaku jauh lebih panjang dibanding lengannya. 

            Nae Luhan manis sekali...” gemingku pelan dengan tatapan tak lepas dari sosok manisnya. Wajahnya yang blushing semakin membuatnya manis. Ia lalu menghampiriku dan mendudukkan diri disampingku. Tangannya sedikit bergetar. Villa ini belum sempat kupasangi mesin air hangat, jadinya kami hanya mandi menggunakan air dingin. 

            Uri Luhannie kedinginan ya? Uhh~” ucapku lalu memeluknya agar dia hangat. Ia hanya terkekeh kecil dan memeluk lenganku yang melingkar dipundaknya. Kami saling menghangatkan satu sama lain. 

            “ Aku baru ingat kalau kita belum makan apapun daritadi. Bagaimana kalau aku masakkan sesuatu?” tawar Luhanku tersenyum manis. Aku menatapnya heran dan dengan senyum mengejek.

            “ Memangnya Luhannie bisa masak?” tanyaku dengan nada tak percaya dan berniat menggodanya lagi.

            “ Tentu saja bisa! Koki didapur pernah mengajariku memasak. Sehunnie saja yang tidak tau,” elaknya begitu percaya diri. Deretan gigiku terpamer akibat gurauannya. Luhan dengan semangat mengajakku ke dapur villa dan merogoh isi kulkas yang sudah diperbaharui oleh orang suruhanku. 

            “ Sehunnie duduk disini dulu, ya. Tunggu aku memasak. Arraseo?” suruhnya imut. Aku hanya mengangguk dan mengelus pelan pipi imutnya. 

            Gurauannya tadi ternyata benar, tak sampai satu jam, makanan telah tersaji didepan kami. Luhan lalu menatap makanan itu dengan sangat senang. Matanya yang indah bergerak dengan sangat lincah dan ceria. Ah! Imutnya! 

            “ Selamat makan!” teriaknya semangat. 

            “ Ayo dimakan, sehunnie,” bujuknya ada nada merajuk disana. Senyumku tak pernah bisa hilang karena Luhan selalu bisa memancing senyum dengan tingkahnya. 

            Mashida. Masakan luhannie enak sekali,” pujiku saat masakannya telah memasuki mulutku. Aku tak membual, masakannya memang enak. Kulihat, senyumnya mengembang besar dan manis. 

            Suasana makan kami dipenuhi dengan canda tawa. Sesekali, Luhan memegangi bibirku untuk memastikan tak ada makanan yang menyangkut disana. Sentuhan- sentuhan itu, perhatian itu, senyum manis itu, suara lembut itu, itu semua hanya untukku dan hanya milik Luhanku. Walau hal kecil seperti itu, aku tetap merasa itu adalah hal termanis dari kekasih manisku, Luhan. 

            “ Apa Sehunnie sudah kenyang?” tanyanya menatapku polos dengan mata indah nan imutnya. 

            “ Belum. Aku belum mendapatkan makanan penutupku. Aku boleh request tidak?” tanyaku padanya membuat ekpresinya semakin lucu. Auh! Lucunya!

            “ Bilang saja. Akan kubuatkan untuk Sehunnie,” setujunya sambil membereskan perkakas makan tadi. Kudekati ia sambil menundukkan kepalaku agar sejajar dengannya namun berposisi disampingnya. 

            “ Aku ingin Luhanku sebagai makanan penutupku~” bisikku dengan suara yang sengaja kudesahkan. Kumajukan lagi wajahku dan mengigit pipi kenyalnya. Pipi memerah ini benar-benar manis. 

            “ Kyaaa!!! Sehunnie yadong!!!” pekiknya dengan cepat kabur dariku sambil membawa perkakas tersebut menuju pencucian perkakas. 

            “ Hahahaha!!! Reaksinya berlebihan sekali! Lucu sekali! Hahaha!!” tawaku meledak karena responnya yang tak terduga. Seperti anak kecil yang dikejar-kejar monster.
©           
“ Luhan, kemari,” panggil Sehun lembut. Ia kini sedang menonton Tv. Nampan yang kubawa berisi susu dan potongan berbagai macam buah. Kutarik nafasku dan perlahan-lahan mendekati Sehun. 

“ I-ini makanan penutup untuk Sehunnie. Tapi, janji jangan memakanku, ne?” ujarku masih berdiri di sampingnya. Kekehannya kembali keluar. Dia sangat suka menggoda hingga aku kehabisan kata-kata dibuatnya. 

“ Iya, Luhan sayang. Aku hanya bercanda. Ayo sini duduk,” Aku tersenyum senang dan meletakkan nampan itu dimeja tepat didepan kami. Saat duduk, aku langsung menyerang Sehun dengan memeluknya dibagian pinggang dan menyandarkan kepalaku didadanya. 

“ Sehun selalu nyaman bila dipeluk. Hihihi,” kekehku kecil sambil menghirup wangi tubuh pacarku ini. 

“ Luhan juga selalu nyaman ketika memeluk Sehun dan dipeluk Sehun,” balasnya membuat semburat merah dipipiku muncul lagi. Aku bisa melihat rahang serta leher Sehun bergerak ketika mengunyah dan menelan makanan penutupnya. Tanpa sadar, aku terus menatap lehernya dan pada akhirnya menyentuhnya dengan ujung jariku. Halus sekali. Sesekali, saat ia mulai merasa geli, aku pasti terkekeh. 

“ Luhan...” serunya menatapku.

“ Hehehe...” Aku hanya membalas dengan kekehanku. Dan terus saja menyentuh leher serta daerah sekitar dagunya. 

Klip!

Nafasku seketika langsung tercekat di tenggorokanku. Lampu tiba-tiba mati dan suasana gelap sekali. Jujur, aku tidak suka suasana gelap seperti ini. Dan parahnya lagi, di luar sana ternyata sedang hujan. Hujannya sih aku suka, tapi kalau mati lampu dan hujan, itu perpaduan yang tidak kusukai. 

“ S-sehunnie...” gemingku pelan dan bergetar. Kueratkan pelukanku pada Sehun. 

“ Iya, aku disini, Lu,” jawabnya lembut. Syukurlah masih Sehun yang ada dipelukanku. Kupikir, sudah berganti menjadi sosok atau orang lain. 

Sehun lalu bangkit disusul denganku. Ia memegangi tanganku tanpa pernah melepasnya. Kami menuju tempat tegangan listrik berada. 

“ Hati-hati, Hunnie,” ucapku saat ia mulai naik tangga untuk mengecek tegangan listrik. Kulihat, ia hanya mengangguk dengan tersenyum. Tak lama, kulihat ia menggeleng lalu turun dari tangga dan mengembalikan posisi tangga ke posisi semula. 

“ Bagaimana, Hunnie?” tanyaku setelah membersihkan debu yang sedikit menempel di lengannya. Ia menggeleng kecil. “ Masalah terletak pada gardu pusat. Sepertinya karena hujan jadi ada yang rusak. Jadinya berimbas hingga kesini,”

“ Lalu sekarang bagaimana?” aku kembali bertanya. Sehun membawaku kembali masuk kedalam rumah dan kembali duduk di sofa depan tv.

“ Kita hanya bisa menunggu kapan gardu pusat diperbaiki. Mungkin, besok pagi akan diperbaiki oleh petugas listrik,” jawabnya mendesah pelan. Akupun juga mendesah dibuatnya. Saat ini, kami hanya menggunakan penerangan yakni dari ponsel kami masing-masing. Sehun lalu memegang tanganku lagi dan mengajakku ke kamar tidur kami. Ia mendudukkan aku di ranjang sementara ia membuka laci dan mengeluarkan sesuatu.  

“ Itu apa, Hunnie?” tanyaku heran.

“ Lilin untuk penerangan kita, Luhannie. Aku baru ingat kalau aku punya banyak,” jawabnya tersenyum sambil menyalakan lilin itu satu persatu. Perlahan-lahan, kamar tempat kami sekarang ini menjadi terang temaram karena lilin milik Sehun. Lebih indah daripada menggunakan penerangan lampu. Bentuk lilinnya juga lucu. 

“ Hihihi, bagus sekali. Ruangan ini jadi lebih nyaman dan indah dengan lilin-lilin ini. Hihih,” kikikku menggoyang-goyangkan kakiku. Aku benar-benar menikmati ruangan ini.  

“ Iya. Ruangan ini jadi lebih romantis,” jawabnya membuatku tersipu malu. Bunyi hujan diluar semakin keras. Hujan diluar pasti sangat deras dan memburu. Sesekali, jendela kamar menjadi sasaran tatapanku. Suara hujan tersebut membuat agak paranoid. 

Baby Lu kenapa? Masih takut?” Sehun duduk disampingku dengan menatap wajahku. Aku hanya mengangguk kecil.  Ia tersenyum lembut lalu memelukku hangat. 

“ Tidak usah takut. Aku disini kok. Aku tidak akan pergi kemana-mana,” tukasnya lembut sekali sembari mengelus punggung dan kepalaku. Rasa aman langsung menyesap masuk kedalam hatiku. Damai pun begitu terasa. 

“ Sehunnie, aku mengantuk~” keluhku lalu menguap tepat didepan wajah Sehun. Ia hanya bisa tersenyum geli. Aku lalu menidurkan tubuhku di tempat tidur. Sehun menyelimuti tubuhku dengan sayang dan tak lama juga turut menyelimuti dirinya dengan selimut yang sama. 

Gluduk...Gluduk!

“ S-sehunnie? Apa Sehunnie sudah tidur?” panggilku dengan suara bergetar. Bunyi Guntur membuatku kembali paranoid. Pikiranku mulai menjalar kemana-mana dan tidak-tidak. 

“ Hm? Waeyo, Lu?” jawabnya lalu memelukku dan menyandarkan kepalaku di dadanya. Nyaman sekali. 

“ A-aku takut. Gunturnya mulai bunyi-bunyi,” bisikku kecil. Ia lalu menatapku dan tersenyum manis. Di kecupnya bibirku pelan dan singkat dan kembali menatapku. 

“ Tidak apa-apa, Luhannie. Tidurlah, tidak akan terjadi apa-apa,” ucapnya menenangkanku. Suaranya yang lembut dan tatapannya yang teduh membuat rasa takutku berangsur-angsur berkurang. Aku mengangguk kecil lalu menutup mataku dalam pelukan hangat dan nyamannya.
©           
                  “ Ngg~” keluhku saat mataku terbuka. Ternyata sudah hampir beranjak siang. Saat kuraba ranjangku, Luhanku sudah tidak ada. Sepertinya dia telah bangun lebih dulu. Hari ini, aku berencana mengajaknya jalan-jalan. Kini aku telah berdiri dan bersiap mencari dimana Luhanku sekarang. 

              “ Kemana dia?” Aku berdiri terdiam. Aku sudah berjalan menuju dapur, ruang tengah, kamar mandi, bagian belakang serta depan villa, namun aku tidak juga mendapati sosok Luhanku. Aku mulai bingung dan panic. Kembali kucari sosoknya disetiap sudut villaku. Aku tetap tidak mendapatinya.

              “ Luhannie? Luhan kau dimana? Jangan mengerjaiku seperti ini? Ini sama sekali tidak lucu, Luhannie,” panggilku sembari terus mencarinya. Aku berharap ada jawaban darinya, namun nihil. Hanya suaraku saja yang menggema. 

              “ Luhan! Oediya?!” Aku mulai frustasi karena tak kunjung mendapati sosok dan mendengar jawaban panggilanku. Kujambak rambutku frustasi. Kemana Luhanku? Mengapa dia tiba-tiba menghilang. Nafasku memburu. Kuputuskan untuk kembali kekamar dan mengambil kasar ponselku. Kucoba menghubunginya. Tidak, dia tak membawa ponselnya. Ponselnya tertinggal diranjang. 

              Tubuhku merosok hingga lantai. Tanpa sadar air mataku jatuh. Aku lelah tak mendapati Luhan dimanapun. Mengapa dia tiba-tiba menghilang seperti ini? Aku ingat betul, semalam ia masih tertidur dalam dekapanku. Pandanganku teralihkan oleh sebuah kertas kecil di meja kecil di kamarku. Aku langsung menyabetnya dengan kasar dan membukanya. 

              Dear, Tuan Muda Tampanku, Oh Sehun
     Sehunnie, mianhae. Mungkin saat Sehunnie membaca surat ini, aku sudah tidak ada. Aku baru sadar, jika keberadaanku disamping Sehunnie hanya membuat masa depan Sehunnie menjadi suram. Sampai kapanpun seorang budak tetap tidak bisa bersanding dengan Tuan seperti Sehunnie. Aku harap, Sehunnie bisa melanjutkan hidup tanpa aku. Aku percaya, Masa depan Sehunnie akan lebih cerah tanpa seorang budak seperti aku. Untuk terakhir kalinya aku ingin bilang “ Saranghaeyo, Oh Sehun. Terima kasih karena telah mencintai aku, Xi Luhan “
     Xi Luhan...   

              Andwae...Andwae...Andwaee!!!!” teriakku frustasi setelah membaca surat dari Luhanku. Aku terus menggelengkan kepalaku sambil mataku tak beralih dari surat Luhanku. Nafasku memburu. Aku tak mau mempercayai ini. 

              “ Luhan pasti hanya bercanda. Iya, dia pasti bercanda. Luhannie, berhenti bercanda. Cepat keluar dari persembunyianmu, Luhannie. Sudah cukup bercandanya,” aku berbicara seolah-olah Luhan ada bersamaku. Sepi, tak ada suara selain suaraku. 

              “ Arghhhh!!! Luhan!!! Kumohon kembalilah! Jebalyo...” kujambak rambutku. Ternyata ini nyata. Luhan benar-benar pergi dariku. 

              “ Mana janjimu padaku dulu?! Kau pernah bilang, tidak akan pernah meninggalkanku! Tapi, kenapa kau pergi?! Apa salahku padamu?! Kumohon kembalilah, Luhanku...” Kontrol diriku menghilang. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak habis fikir ini semua terjadi. 

              “ Luhan, kumohon kembalilah. Aku tidak bisa kalau tidak denganmu. Bagaimana aku harus hidup tanpamu? Kumohon jangan seperti ini, Luhannie...” lirihku disela-sela air mata yang terus keluar. 

              Luhanku pergi tanpa aku tau. Bagaimana sakitnya hatiku ini. Rasanya, hatiku seperti dicabik-cabit serta disayat dengan silet lalu kemudian di tetesi jeruk nipis. Perihnya membuatku meringis dan menangis. Aku tidak tau harus berbuat apa tanpa Luhanku. Luhanku, kumohon kembalilah padaku...
TBC...Next part...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar