Wellcome To My Blog and enjoy

Minggu, 10 Maret 2013

HUNHAN FF- you're my reason part 2



PART 2

            “ Selamat malam, Tuan Muda,” ucap supirku saat menurunkanku didepan pintu rumahku. Aku hanya menjawabnya dengan deheman kecil. Aku berjalan pelan menuju pintu utama rumahku. 

            “ Tertutup? Tidak biasanya,” gumamku melihat kearah pintu rumahku heran. Biasanya, beberapa langkah lagi, pintu langsung terbuka dibuka oleh pelayan yang memang disiapkan membukakan pintu untukku setiap malam. Ini menjadi kali pertama dalam beberapa tahun terakhir aku membuka pintu rumahku sendiri. 

            Sepi. Tidak, ada seseorang yang asing. Sepertinya ia seorang pelayan yang khusus membukakan pintu untukku. Tapi, dia tertidur hingga tak menyadari kehadiranku. Berkali-kali aku mengibas tanganku dihadapannya, dia tak kunjung sadar. 

            “ Neoumu yeppeoda...,” gumamku terlontar begitu saja. Aku memiringkan kepalaku dan memperkecil jarak dengan wajah asing dihadapanku. Dari seragamnya, dia seorang pelayan Pria. Namun, dia sangat cantik dan manis. Entah apa yang ada di fikiranku, kugendong ia dan membawanya ke kamarku. Aku heran, mengapa ada seorang anak laki-laki seringan ini. Kuletakkan ia di ranjangku dan membuka sepatunya. Kutarik selimut tebalku dan menyelimuti sosok pria cantik nan manis ini. Wajah tidurnya yang damai dan polos begitu menarik dimataku. 

            “ Aku harus membersihkan diriku dulu,” desisku baru ingat jika aku harus mandi. Wajah anak ini terlalu menarik untuk kutinggalkan. Dengan berat hati, kugeret tubuhku untuk mandi. Jujur, aku sudah sangat gerah hari ini. 

            15 menit kemudian, aku kembali lagi. Pelan-pelan aku menidurkan tubuhku disampingnya berharap ia tidak terbangun karenaku. Ia menggeliat seperti anak bayi. Geliatannya membuatku tersenyum geli. Dengan mudahnya ia bisa membuatku tertawa kecil. Anak ini mempunyai magis. Ada sesuatu di dirinya yang membuatku damai melihatnya. Jujur, ini kali pertama aku merasakan hal aneh seperti ini. 

            Kuberanikan menyentuh wajahnya. lembut sekali. Kuraba setiap senti dari wajah cantik nan manisnya. Terakhir kupegang bibirnya yang basah dan berwarna merah muda. Ia menggeliat kembali dan itu membuatku terkaget. Kupikir ia terbangun. 

            “ Siapa sebenarnya pemuda manis dan cantik ini? Aku tidak sabar untuk berbicara denganmu. Kau membuatku mati penasaran,” gumamku tersenyum kecil. Kumiringkan kepalaku dan menyapu bibir merah itu dengan bibirku secepat mungkin. 

            “ Selamat tidur, manis. Aku tidak sabar untuk mengenalmu,” ucapku lalu memeluk tubuhnya. Rasa damai yang lama tidak kurasakan seketika menyusup masuk kembali.
©           
            “ Ngg~”

            Eluhku saat membuka mataku. Ternyata sudah pagi. Tubuhku terasa hangat dan nyaman. Aku melebarkan mataku dan menatap lebih jelas lagi. Ruangan ini besar dan mewah sekali. Tempat tidur yang kutempati juga sangat nyaman dan empuk. Tapi, ada yang aneh dengan perutku. Seperti ada yang menindihnya. Kuraba daerah perutku dan mendapati sebuah tangan manusia!

            Kusibak dengan kasar selimut yang kugunakan dan melihat lebih jelas. Ternyata sebuah tangan putih dan besar memeluk bagian perutku. Mataku membulat sempurna dan jantungku telah berdetak kencang. Apakah aku menjadi korban pelecehan seksual? Oh Tidak! Perlahan, kutolehkan kepalaku melihat siapa pemilik tangan itu. Aku menatapnya dan dia menatapku. Wajahnya asing. Aku tidak kenal siapa orang ini. 

            “ Arggggghh!!!!” pekikku langsung mendorong pria yang memelukku tersebut hingga ia jatuh dari atas tempat tidur. Aku bangkit dengan beringas dan berdiri di sudut ruangan dengan memeluk bantal guling. Nafasku memburu dan pandanganku tak lepas dari sosok pria itu. 

            Nu-nuguseyo? Nuguseyo?! Beraninya kau menyusup masuk kerumah Tuan Muda. Aku akan melaporkanmu!” pekikku takut. Iya, aku takut. Aku mengigit bibir bawahku hingga aku merasa itu sangat menyakitkan. 

            Mian. Jeongmal mianhaeyo. Tapi aku ini...,”

            “ Jangan mendekat!” sergahku ketika ia mencoba mendekatiku. Pintu tepat di sampingku, tanpa pikir panjang kubuka pintu itu dan aku lega ketika Kepala pembantu Ahn berdiri dihadapanku beserta beberapa teman pembantuku. 

            “ Kepala Ahn! Dia penyusup! Ada yang mau memata-matai Tuan Muda! Itu orangnya! Ayo kita tangkap dia dan melaporkannya pada polisi!” laporku berapi-api tanpa aku sadari Kepala Ahn hanya mendengus pasrah. Aku bingung melihat reaksi mereka semua.

            Wae geurae?! Dia itu penyusup! Mengapa diam saja?!” desakku sambil menunjuk kearah orang itu.
            “ Luhan, keumanhae. Kau salah sangka. Dia itu adalah...,”

            “ Sepertinya kau orang baru. Aku Oh Sehun, dan aku Tuan Mudamu,” ucap pria yang memelukku tadi. Sontak aku langsung berbalik dan menatap Pria bernama Oh Sehun itu dengan tatapan melongo dan terlihat sangat bodoh. 

            “ Dia adalah Tuan Muda Sehun. Sekarang kau sudah tau kan siapa dia?” lanjut Kepala Ahn membuat statement pria itu membuatku semakin terpojok. Aku tidak tau sekarang seperti apa wajahku. Kurasakan wajahku memerah dan malu sekali. Aku berjalan pelan sambil menunduk kedepan Tuan Muda.

            “ Maafkan saya, Tuan Muda. Maaf atas kelalaian serta kebodohan saya. Saya siap menerima hukuman apapun yang anda berikan kepada saya. Saya telah melakukan kesalahan yang sangat besar. Sekali lagi, maafkan saya, Tuan Muda,” Aku berkali-kali membungkukkan badanku dihadapannya tanpa berani menatap wajahnya. Kini aku pasrah akan menerima hukuman dari Tuanku. 

            “ Sudahlah. Aku akan memikirkan hukuman apa yang nantinya cocok untukmu. Sekarang, bubarlah. Aku masih butuh istirahat,” ucapnya pelan kepada kami semua. Kami lalu membubarkan diri dan terakhir aku menutup pintu kamar Tuan Muda. 

            “ Luhan-a, gwencanayo? Mengapa kau dan Tuan Muda bisa...” Tanya salah seorang pembantu temanku.

            Mollayo. Saat aku bangun, aku sudah berada dikamar Tuan Muda. Yang aku ingat, aku tertidur saat menunggunya pulang. Aku pun tidak tau kapan dia pulang. Aku telah lalai mengerjakan tugasku. Budak bodoh,” rutukku kesal pada diriku sendiri. 

            “ Tidak apa-apa, Luhan. Ini namanya kecelakaan. Yang penting kau tidak mengulangnya lagi,” ucapnya menenangkanku. Tak lama, Kepala Ahn menghampiriku. 

            “ Mengapa bisa terjadi hal seperti ini, Luhan? Kau membuat kami jantungan,” ucap Kepala Ahn terlihat cemas. 
 
            “ Maafkan aku, kepala Ahn. Aku lalai dalam tugasku,” balasku tertunduk lesu. 

            “ Tidak apa-apa. Tapi lain kali jangan seperti ini lagi. Tapi, kami lega karena Tuan Muda tidak marah atas kejadian tadi. Kuharap, terima saja apa hukuman yang Tuan Muda berikan. Mengerti? Sekarang cepat bersihkan dirimu,” ujarnya lagi padaku.

            Ne, Kepala Ahn. Kamsahamnida,” jawabku menunduk padanya dan pergi kekamarku.
©           
            Hari sudah sore, aku baru saja selesai membaca bukuku. Pedih di mataku membuatku berhenti dan membuka tirai yang menutup jendela kamarku. Kubuka serta juga jendelaku hingga kini aku berdiri di balkon kamarku. Balkon kamar yang langsung menembus pemandangan halaman belakang rumahku. 

            “ Hahahaha...Geli, geli...ahahaha!!” suara tawa kikikan yang lembut mengalihkan pandanganku. Aku menarik senyum diwajahku. Luhan, pemuda manis yang kusukai sedang bermain dengan anjing peliharaan dirumahku. Kadang, aku juga sering bermain dengannya. Luhan tengah menyapu halaman belakang sambil sesekali bercanda dengan Shiro. Disana terdapat selang, sepertinya Luhan mendapat tugas untuk memandikan Shiro. Shiro memang rutin dimandikan setiap sore. 

            “ Sudah kuduga, dia jauh lebih manis ketika tertawa. Neomu kyepota,” desisku pelan sambil tersenyum. Aku meninggalkan kamarku dan berniat menghampirinya. Masih ada janji yang harus ia penuhi tentangku.

            “ Selamat sore, Tuan Muda,” sapa beberapa pelayan yang hanya kujawab dengan anggukan kepala kecil dan terus berjalan menuju halaman belakang tempat Luhan berada.  

            “ Hei,” panggilku saat tepat dibelakangnya beberapa langkah. Ia terkaget-kaget. Saking kagetnya, selang ia dia pegang menyiram wajahku.
©           
            “ Hei,” Aku yang tengah melamun sontak terkaget ketika sebuah suara tepat dibelakangku berbunyi. Aku berbalik dengan gopoh hingga selang yang memancarkan air mengenai wajah seseorang. 

            Omona! Tuan Muda!” pekikku kaget saat tau wajah Tuan Mudalah yang kusiram. Aku melempar kasar selang tersebut dan menghampiri Tuan Muda yang sekarang terduduk sembari menyapu wajahnya dengan tangan. 

            “ Tuan Muda, gwencanayo? Maafkan Saya, Tuan Muda. Saya benar-benar tidak sengaja melakukannya, Tuan Muda,” ujarku panic lalu mengeluarkan sapu tanganku dan menyeka wajah Tuan Muda. 

            “ Karena sudah terlanjur basah, ayo kita mandikan Shiro bersama. Kau bertugas memandikannya, bukan?” pintanya membuatku sweetdrop. Kupikir ia akan memarahiku karena aku kembali lalai dan ceroboh. 

            “ i-iya, Tuan Muda. Tapi...” sanggahku tanpa berani menatap wajahnya. Aku hanya bisa melihat bagian kerah kaosnya saja. Aku merasa tidak pantas menatap wajahnya. 

            “ Kau curang. Cepat lepaskan jas hujan dan boot itu. Kita berdua harus basah-basah. Ayo buka,” desaknya.

            “ Baiklah Tuan Muda. Tapi, Tuan Muda tidak boleh basah. Saya takut Tuan Muda sakit. Tuan Muda saja yang memakai jas hujan dan boot ini,” tawarku sambil membuka jas hujan serta boot yang kupakai dan menyerahkannya pada Tuan Muda. 

            Serrrr....

            Tuan Muda tidak mengambil melainkan menyiram kearahku. Selang yang tadi aku lempar, kini diambilnya dan menyiram kearahku. 

            “ Shiro-ya! Ayo kemari! Kau harus mandi!” teriak Tuan Muda dengan senyumnya yang mengembang. Sepertinya aku sedang beruntung bisa melihat senyum Tuan Muda yang sangat jarang terlihat. 

            “ Tuan Muda! Anda harus menggunakan Boot! Nanti kaki Anda terluka!” teriakku lalu mengejarnya sambil membawa boot

            Sore ini benar-benar sore yang beruntung untukku. Senyum Tuan Muda terus mengembang selama kami berdua memandikan Shiro bersama. Walau senang, aku tidak bisa larut didalamnya. Aku Budak dan dia Tuan. Status itu tidak akan pernah berubah. Aku tetap menjaga sikapku padanya. 

            Kami selesai dengan kegiatan kami. Tuan Muda kini berbaring beralaskan rumput dan menopang kepala dengan kedua tangannya. Tadi, aku terlebih dahulu mengambil handuk untuknya. Aku takut karenaku, ia demam. Matanya tertutup dan menikmati suasana sore ini. 

            “ Tuan Muda memang benar-benar tampan,” gumamku kecil. Tanpa aku sadari, aku mengangkat kepalaku dan menatap Tuan Muda yang tengah menutup matanya. Kulitnya sangat putih seperti susu, Wajahnya tampan sekali. Sungguh benar-benar tampan. Aku yang lelaki pun mengakui ketampanan serta kharismanya. 

            “ Sampai kapan menatapku secara sembunyi-sembunyi seperti itu?” aku tertangkap basah. Aku langsung menundukkan kembali kepalaku.

            “ M-maafkan kelancangan saya, Tuan Muda,” gemingku. Entah mengapa ia tersenyum saat aku baru saja bersin sebanyak dua kali. 

            “ Ini pakai handukku,” tuturnya.

            “ Tidak usah, Tuan Muda. Tuan Muda saja yang...”

            Sebelum perkataanku tuntas, handuk itu ia selimutkan pada diriku. Tuan Muda menyentuh tubuhku lagi. Ini terhitung dua kali ia menyentuh tubuhku. 

            “ Padahal aku sudah berkelakuan baik padamu, mengapa sedikitpun tak mau melihat wajahku secara terang-terangan. Apakah wajahku begitu menyeramkan?” cetusnya membuatku merasa bersalah.

            “ Bukan, bukan begitu, Tuan Muda. Saya hanyalah seorang budak. Seorang budak sangat tidak pantas berbicara sambil melihat wajah Tuannya. Mendapat perlakuan baik saja, saya sudah sangat bersyukur,” jawabku jujur.

            “ Bisakah kau menganggapku sebagai sahabatmu?” ajunya lagi membuatku semakin merasa bersalah.

            “ Saya tidak mau derajat Tuan Muda turun hanya karena bersahabat dengan budak seperti saya, Tuan Muda. Tuan Muda begitu baik hati, Tuan Muda pasti mudah mendapat banyak sahabat yang sama seperti Tuan Muda,” jawabku lagi. 

            “ Tapi, kalau aku yang meminta kau menjadi sahabatku dan menatap wajahku, bagaimana?” pembicaraannya semakin membuatku tidak mengerti. 

            “ Aku pernah membaca jika seorang budak mengabaikan perintah Tuannya, berarti dia itu budak yang tidak patuh dan tidak tau diri. Benar tidak?” ajunya lagi. Kurasakan volume suaranya semakin mendekat. 

            “ Benar sekali, Tuan Muda,” jawabku kecil. 

            “ Jadi, mulai detik ini, kuperintahkan kau untuk menjadi sahabatku dan harus menatap wajahku ketika sedang berada bersamaku,” ceplosnya membuatku terkaget-kaget. 

            “ Tapi, Tuan Muda...”

            “ Apa kau mau menjadi budak yang tidak patuh karena mengabaikan perintahku?” desaknya membuatku bingung. 

            Ternyata, dia sudah duduk tepat dihadapanku. Kulihat tangannya yang putih terulur kearahku dan akhirnya menjangkau kedua pipiku. Dia menyentuh wajahku. Tangannya lembut sekali. Perlahan-lahan, tangannya mengangkat wajahku hingga terangkat penuh. Ya, walaupun tidak sejajar dengannya. Dia lebih tinggi dariku. Aku saja hanya sedagunya saja. 

            Aku tak fokus. Walau telah berhadapan, aku tetap mengedarkan bola mataku hingga tak fokus melihatnya. Aku benar-benar tidak biasa menatap orang apalagi Tuanku. 

            “ Luhan, tatap aku!” sentaknya sedikit memaksa. 

            “ Ini lebih baik. Aku tidak lagi seperti berbicara dengan tembok. Hehehe,” kekeh Tuan Muda. Wajahnya jauh lebih tampan dengan senyum diwajahnya. Senyumnya sangat indah. Senyum terindah yang pernah kulihat. 

            “ Sudah hampir malam, Tuan Muda. Lebih baik kita masuk. Saya khawatir Tuan Muda sakit,” ajakku padanya berusaha mengalihkan kegugupan yang tiba-tiba menyerangku.

            “ Tidak mau. Kau melupakan satu hal. Padahal aku baru saja memberitahumu,” jawabnya dengan nada sedikit kesal. Ah, aku lupa. Saat berbicara dengannya, aku harus menatap wajahnya. Aku menarik nafas dan mengangkat wajahku lalu memberanikan menatap wajahnya. 

            “ Sudah hampir malam, Tuan Muda. Lebih baik kita masuk. Saya khawatir Tuan Muda sakit,” ajakku padanya sekali lagi dengan menatapnya. Ia tersenyum puas dan bangkit dari duduknya. Tak kusangka, ia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Karena lama merespon, ia dengan gemas meraih tanganku dan menariknya hingga aku berdiri. 
TBC...next part...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar