PART 2
“ Selamat malam, Tuan Muda,” ucap supirku saat menurunkanku didepan
pintu rumahku. Aku hanya menjawabnya dengan deheman kecil. Aku berjalan pelan
menuju pintu utama rumahku.
“
Tertutup? Tidak biasanya,” gumamku melihat kearah pintu rumahku heran.
Biasanya, beberapa langkah lagi, pintu langsung terbuka dibuka oleh pelayan
yang memang disiapkan membukakan pintu untukku setiap malam. Ini menjadi kali
pertama dalam beberapa tahun terakhir aku membuka pintu rumahku sendiri.
Sepi.
Tidak, ada seseorang yang asing. Sepertinya ia seorang pelayan yang khusus
membukakan pintu untukku. Tapi, dia tertidur hingga tak menyadari kehadiranku.
Berkali-kali aku mengibas tanganku dihadapannya, dia tak kunjung sadar.
“ Neoumu yeppeoda...,” gumamku terlontar
begitu saja. Aku memiringkan kepalaku dan memperkecil jarak dengan wajah asing
dihadapanku. Dari seragamnya, dia seorang pelayan Pria. Namun, dia sangat
cantik dan manis. Entah apa yang ada di fikiranku, kugendong ia dan membawanya
ke kamarku. Aku heran, mengapa ada seorang anak laki-laki seringan ini.
Kuletakkan ia di ranjangku dan membuka sepatunya. Kutarik selimut tebalku dan
menyelimuti sosok pria cantik nan manis ini. Wajah tidurnya yang damai dan
polos begitu menarik dimataku.
“
Aku harus membersihkan diriku dulu,” desisku baru ingat jika aku harus mandi.
Wajah anak ini terlalu menarik untuk kutinggalkan. Dengan berat hati, kugeret
tubuhku untuk mandi. Jujur, aku sudah sangat gerah hari ini.
15
menit kemudian, aku kembali lagi. Pelan-pelan aku menidurkan tubuhku
disampingnya berharap ia tidak terbangun karenaku. Ia menggeliat seperti anak
bayi. Geliatannya membuatku tersenyum geli. Dengan mudahnya ia bisa membuatku
tertawa kecil. Anak ini mempunyai magis. Ada sesuatu di dirinya yang membuatku damai
melihatnya. Jujur, ini kali pertama aku merasakan hal aneh seperti ini.
Kuberanikan
menyentuh wajahnya. lembut sekali. Kuraba setiap senti dari wajah cantik nan
manisnya. Terakhir kupegang bibirnya yang basah dan berwarna merah muda. Ia
menggeliat kembali dan itu membuatku terkaget. Kupikir ia terbangun.
“
Siapa sebenarnya pemuda manis dan cantik ini? Aku tidak sabar untuk berbicara
denganmu. Kau membuatku mati penasaran,” gumamku tersenyum kecil. Kumiringkan
kepalaku dan menyapu bibir merah itu dengan bibirku secepat mungkin.
“
Selamat tidur, manis. Aku tidak sabar untuk mengenalmu,” ucapku lalu memeluk
tubuhnya. Rasa damai yang lama tidak kurasakan seketika menyusup masuk kembali.
©
“
Ngg~”
Eluhku
saat membuka mataku. Ternyata sudah pagi. Tubuhku terasa hangat dan nyaman. Aku
melebarkan mataku dan menatap lebih jelas lagi. Ruangan ini besar dan mewah
sekali. Tempat tidur yang kutempati juga sangat nyaman dan empuk. Tapi, ada
yang aneh dengan perutku. Seperti ada yang menindihnya. Kuraba daerah perutku
dan mendapati sebuah tangan manusia!
Kusibak
dengan kasar selimut yang kugunakan dan melihat lebih jelas. Ternyata sebuah
tangan putih dan besar memeluk bagian perutku. Mataku membulat sempurna dan
jantungku telah berdetak kencang. Apakah aku menjadi korban pelecehan seksual?
Oh Tidak! Perlahan, kutolehkan kepalaku melihat siapa pemilik tangan itu. Aku
menatapnya dan dia menatapku. Wajahnya asing. Aku tidak kenal siapa orang ini.
“
Arggggghh!!!!” pekikku langsung mendorong pria yang memelukku tersebut hingga
ia jatuh dari atas tempat tidur. Aku bangkit dengan beringas dan berdiri di sudut
ruangan dengan memeluk bantal guling. Nafasku memburu dan pandanganku tak lepas
dari sosok pria itu.
“
Nu-nuguseyo? Nuguseyo?! Beraninya kau
menyusup masuk kerumah Tuan Muda. Aku akan melaporkanmu!” pekikku takut. Iya,
aku takut. Aku mengigit bibir bawahku hingga aku merasa itu sangat menyakitkan.
“
Mian. Jeongmal mianhaeyo. Tapi aku
ini...,”
“
Jangan mendekat!” sergahku ketika ia mencoba mendekatiku. Pintu tepat di sampingku,
tanpa pikir panjang kubuka pintu itu dan aku lega ketika Kepala pembantu Ahn
berdiri dihadapanku beserta beberapa teman pembantuku.
“
Kepala Ahn! Dia penyusup! Ada yang mau memata-matai Tuan Muda! Itu orangnya!
Ayo kita tangkap dia dan melaporkannya pada polisi!” laporku berapi-api tanpa
aku sadari Kepala Ahn hanya mendengus pasrah. Aku bingung melihat reaksi mereka
semua.
“
Wae geurae?! Dia itu penyusup! Mengapa
diam saja?!” desakku sambil menunjuk kearah orang itu.
“
Luhan, keumanhae. Kau salah sangka.
Dia itu adalah...,”
“
Sepertinya kau orang baru. Aku Oh Sehun, dan aku Tuan Mudamu,” ucap pria yang
memelukku tadi. Sontak aku langsung berbalik dan menatap Pria bernama Oh Sehun
itu dengan tatapan melongo dan terlihat sangat bodoh.
“
Dia adalah Tuan Muda Sehun. Sekarang kau sudah tau kan siapa dia?” lanjut
Kepala Ahn membuat statement pria itu membuatku semakin terpojok. Aku tidak tau
sekarang seperti apa wajahku. Kurasakan wajahku memerah dan malu sekali. Aku
berjalan pelan sambil menunduk kedepan Tuan Muda.
“
Maafkan saya, Tuan Muda. Maaf atas kelalaian serta kebodohan saya. Saya siap
menerima hukuman apapun yang anda berikan kepada saya. Saya telah melakukan
kesalahan yang sangat besar. Sekali lagi, maafkan saya, Tuan Muda,” Aku
berkali-kali membungkukkan badanku dihadapannya tanpa berani menatap wajahnya.
Kini aku pasrah akan menerima hukuman dari Tuanku.
“
Sudahlah. Aku akan memikirkan hukuman apa yang nantinya cocok untukmu.
Sekarang, bubarlah. Aku masih butuh istirahat,” ucapnya pelan kepada kami
semua. Kami lalu membubarkan diri dan terakhir aku menutup pintu kamar Tuan
Muda.
“
Luhan-a, gwencanayo? Mengapa kau dan
Tuan Muda bisa...” Tanya salah seorang pembantu temanku.
“
Mollayo. Saat aku bangun, aku sudah
berada dikamar Tuan Muda. Yang aku ingat, aku tertidur saat menunggunya pulang.
Aku pun tidak tau kapan dia pulang. Aku telah lalai mengerjakan tugasku. Budak
bodoh,” rutukku kesal pada diriku sendiri.
“
Tidak apa-apa, Luhan. Ini namanya kecelakaan. Yang penting kau tidak
mengulangnya lagi,” ucapnya menenangkanku. Tak lama, Kepala Ahn menghampiriku.
“
Mengapa bisa terjadi hal seperti ini, Luhan? Kau membuat kami jantungan,” ucap
Kepala Ahn terlihat cemas.
“
Maafkan aku, kepala Ahn. Aku lalai dalam tugasku,” balasku tertunduk lesu.
“
Tidak apa-apa. Tapi lain kali jangan seperti ini lagi. Tapi, kami lega karena
Tuan Muda tidak marah atas kejadian tadi. Kuharap, terima saja apa hukuman yang
Tuan Muda berikan. Mengerti? Sekarang cepat bersihkan dirimu,” ujarnya lagi
padaku.
“
Ne, Kepala Ahn. Kamsahamnida,” jawabku menunduk padanya dan pergi kekamarku.
©
Hari
sudah sore, aku baru saja selesai membaca bukuku. Pedih di mataku membuatku berhenti
dan membuka tirai yang menutup jendela kamarku. Kubuka serta juga jendelaku
hingga kini aku berdiri di balkon kamarku. Balkon kamar yang langsung menembus
pemandangan halaman belakang rumahku.
“
Hahahaha...Geli, geli...ahahaha!!” suara tawa kikikan yang lembut mengalihkan
pandanganku. Aku menarik senyum diwajahku. Luhan, pemuda manis yang kusukai
sedang bermain dengan anjing peliharaan dirumahku. Kadang, aku juga sering
bermain dengannya. Luhan tengah menyapu halaman belakang sambil sesekali bercanda
dengan Shiro. Disana terdapat selang, sepertinya Luhan mendapat tugas untuk
memandikan Shiro. Shiro memang rutin dimandikan setiap sore.
“
Sudah kuduga, dia jauh lebih manis ketika tertawa. Neomu kyepota,” desisku pelan sambil tersenyum. Aku meninggalkan
kamarku dan berniat menghampirinya. Masih ada janji yang harus ia penuhi
tentangku.
“
Selamat sore, Tuan Muda,” sapa beberapa pelayan yang hanya kujawab dengan
anggukan kepala kecil dan terus berjalan menuju halaman belakang tempat Luhan
berada.
“
Hei,” panggilku saat tepat dibelakangnya beberapa langkah. Ia terkaget-kaget.
Saking kagetnya, selang ia dia pegang menyiram wajahku.
©
“
Hei,” Aku yang tengah melamun sontak terkaget ketika sebuah suara tepat
dibelakangku berbunyi. Aku berbalik dengan gopoh hingga selang yang memancarkan
air mengenai wajah seseorang.
“
Omona! Tuan Muda!” pekikku kaget saat
tau wajah Tuan Mudalah yang kusiram. Aku melempar kasar selang tersebut dan
menghampiri Tuan Muda yang sekarang terduduk sembari menyapu wajahnya dengan
tangan.
“
Tuan Muda, gwencanayo? Maafkan Saya,
Tuan Muda. Saya benar-benar tidak sengaja melakukannya, Tuan Muda,” ujarku
panic lalu mengeluarkan sapu tanganku dan menyeka wajah Tuan Muda.
“
Karena sudah terlanjur basah, ayo kita mandikan Shiro bersama. Kau bertugas
memandikannya, bukan?” pintanya membuatku sweetdrop.
Kupikir ia akan memarahiku karena aku kembali lalai dan ceroboh.
“ i-iya, Tuan Muda. Tapi...”
sanggahku tanpa berani menatap wajahnya. Aku hanya bisa melihat bagian kerah
kaosnya saja. Aku merasa tidak pantas menatap wajahnya.
“
Kau curang. Cepat lepaskan jas hujan dan boot
itu. Kita berdua harus basah-basah. Ayo buka,” desaknya.
“
Baiklah Tuan Muda. Tapi, Tuan Muda tidak boleh basah. Saya takut Tuan Muda
sakit. Tuan Muda saja yang memakai jas hujan dan boot ini,” tawarku sambil
membuka jas hujan serta boot yang kupakai dan menyerahkannya pada Tuan Muda.
Serrrr....
Tuan
Muda tidak mengambil melainkan menyiram kearahku. Selang yang tadi aku lempar,
kini diambilnya dan menyiram kearahku.
“
Shiro-ya! Ayo kemari! Kau harus
mandi!” teriak Tuan Muda dengan senyumnya yang mengembang. Sepertinya aku
sedang beruntung bisa melihat senyum Tuan Muda yang sangat jarang terlihat.
“
Tuan Muda! Anda harus menggunakan Boot!
Nanti kaki Anda terluka!” teriakku lalu mengejarnya sambil membawa boot.
Sore
ini benar-benar sore yang beruntung untukku. Senyum Tuan Muda terus mengembang
selama kami berdua memandikan Shiro bersama. Walau senang, aku tidak bisa larut
didalamnya. Aku Budak dan dia Tuan. Status itu tidak akan pernah berubah. Aku
tetap menjaga sikapku padanya.
Kami
selesai dengan kegiatan kami. Tuan Muda kini berbaring beralaskan rumput dan
menopang kepala dengan kedua tangannya. Tadi, aku terlebih dahulu mengambil
handuk untuknya. Aku takut karenaku, ia demam. Matanya tertutup dan menikmati
suasana sore ini.
“
Tuan Muda memang benar-benar tampan,” gumamku kecil. Tanpa aku sadari, aku
mengangkat kepalaku dan menatap Tuan Muda yang tengah menutup matanya. Kulitnya
sangat putih seperti susu, Wajahnya tampan sekali. Sungguh benar-benar tampan.
Aku yang lelaki pun mengakui ketampanan serta kharismanya.
“
Sampai kapan menatapku secara sembunyi-sembunyi seperti itu?” aku tertangkap
basah. Aku langsung menundukkan kembali kepalaku.
“
M-maafkan kelancangan saya, Tuan Muda,” gemingku. Entah mengapa ia tersenyum
saat aku baru saja bersin sebanyak dua kali.
“
Ini pakai handukku,” tuturnya.
“
Tidak usah, Tuan Muda. Tuan Muda saja yang...”
Sebelum
perkataanku tuntas, handuk itu ia selimutkan pada diriku. Tuan Muda menyentuh
tubuhku lagi. Ini terhitung dua kali ia menyentuh tubuhku.
“
Padahal aku sudah berkelakuan baik padamu, mengapa sedikitpun tak mau melihat
wajahku secara terang-terangan. Apakah wajahku begitu menyeramkan?” cetusnya
membuatku merasa bersalah.
“
Bukan, bukan begitu, Tuan Muda. Saya hanyalah seorang budak. Seorang budak
sangat tidak pantas berbicara sambil melihat wajah Tuannya. Mendapat perlakuan
baik saja, saya sudah sangat bersyukur,” jawabku jujur.
“
Bisakah kau menganggapku sebagai sahabatmu?” ajunya lagi membuatku semakin
merasa bersalah.
“
Saya tidak mau derajat Tuan Muda turun hanya karena bersahabat dengan budak
seperti saya, Tuan Muda. Tuan Muda begitu baik hati, Tuan Muda pasti mudah
mendapat banyak sahabat yang sama seperti Tuan Muda,” jawabku lagi.
“
Tapi, kalau aku yang meminta kau menjadi sahabatku dan menatap wajahku,
bagaimana?” pembicaraannya semakin membuatku tidak mengerti.
“
Aku pernah membaca jika seorang budak mengabaikan perintah Tuannya, berarti dia
itu budak yang tidak patuh dan tidak tau diri. Benar tidak?” ajunya lagi.
Kurasakan volume suaranya semakin mendekat.
“
Benar sekali, Tuan Muda,” jawabku kecil.
“
Jadi, mulai detik ini, kuperintahkan kau untuk menjadi sahabatku dan harus
menatap wajahku ketika sedang berada bersamaku,” ceplosnya membuatku
terkaget-kaget.
“
Tapi, Tuan Muda...”
“
Apa kau mau menjadi budak yang tidak patuh karena mengabaikan perintahku?”
desaknya membuatku bingung.
Ternyata,
dia sudah duduk tepat dihadapanku. Kulihat tangannya yang putih terulur kearahku
dan akhirnya menjangkau kedua pipiku. Dia menyentuh wajahku. Tangannya lembut
sekali. Perlahan-lahan, tangannya mengangkat wajahku hingga terangkat penuh.
Ya, walaupun tidak sejajar dengannya. Dia lebih tinggi dariku. Aku saja hanya
sedagunya saja.
Aku
tak fokus. Walau telah berhadapan, aku tetap mengedarkan bola mataku hingga tak
fokus melihatnya. Aku benar-benar tidak biasa menatap orang apalagi Tuanku.
“
Luhan, tatap aku!” sentaknya sedikit memaksa.
“
Ini lebih baik. Aku tidak lagi seperti berbicara dengan tembok. Hehehe,” kekeh
Tuan Muda. Wajahnya jauh lebih tampan dengan senyum diwajahnya. Senyumnya
sangat indah. Senyum terindah yang pernah kulihat.
“
Sudah hampir malam, Tuan Muda. Lebih baik kita masuk. Saya khawatir Tuan Muda
sakit,” ajakku padanya berusaha mengalihkan kegugupan yang tiba-tiba
menyerangku.
“
Tidak mau. Kau melupakan satu hal. Padahal aku baru saja memberitahumu,”
jawabnya dengan nada sedikit kesal. Ah, aku lupa. Saat berbicara dengannya, aku
harus menatap wajahnya. Aku menarik nafas dan mengangkat wajahku lalu
memberanikan menatap wajahnya.
“
Sudah hampir malam, Tuan Muda. Lebih baik kita masuk. Saya khawatir Tuan Muda
sakit,” ajakku padanya sekali lagi dengan menatapnya. Ia tersenyum puas dan
bangkit dari duduknya. Tak kusangka, ia mengulurkan tangannya untuk membantuku
berdiri. Karena lama merespon, ia dengan gemas meraih tanganku dan menariknya
hingga aku berdiri.
TBC...next part...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar