Wellcome To My Blog and enjoy

Minggu, 10 Maret 2013

HUNHAN FF- you're my reason part 1



Tittle    : You’re My Reason
Cast :   EXO k- Sehun
            EXO m- Luhan
            EXO m- Kris
            EXO m- Xiumin
Autor : KK     

            PART 1
            Luhan POV
        “ Luhann!!!! Cepat kemari!!!” suara membahana dari kepala pembantu Jang membuatku terkaget-kaget dan tergopoh memenuhi panggilan membahana tersebut.

            “ A-ada apa, Kepala pembantu Jang?” tanyaku terlihat bingung. 

             Kepala pembantu Jang terlihat mengepal tangannya geram. Wajahnya juga terlihat menyeramkan. “ Lihat hasil kerjamu?! Terlihat sangat buruk kan?! Iya kan?!” garangnya mengambil piring yang baru saja dicuci olehku dan menjejalkan itu tepat didepan wajahku. Aku mengelak-elakkan wajahku dan terlihat sedih.
            “ M-maafkan aku. Aku akan mencucinya kembali,” sesalku.

            “ Cepatlah selesaikan! Dasar budak bodoh! Dari dulu kau selalu menyusahkan! Aku heran, hingga saat ini belum ada yang ingin membelimu! Huh!” cibir dan sindirnya membuatku tertunduk sedih. Kepala pembantu Jang lalu meninggalkanku begitu saja tanpa sedikitpun memikirkan perasaanku. Bukan kali pertama Kepala pembantu Jang menghinaku seperti ini. Tapi, karena statusku yang rendah, aku hanya bisa menerimanya. Jika bukan karenanya, aku tidak akan bisa bertahan hidup seperti sekarang ini. 

            Aku Xi Luhan. Dan aku seorang budak semenjak aku terlahir di dunia ini. Aku hanya tau namaku Xi Luhan. Aku tidak tau siapa orang tuaku dan darimana asalku. Yang aku tau, saat aku lahir, penampungan budak inilah tempat pertama yang terlintas diingatanku. 

            Dari kecil hingga aku berumur 19 tahun sekarang ini, aku tinggal dan menetap di desa kecil bernama Gwangju, Seoul. Tempatku tinggal ini adalah penampungan budak yang dilatih untuk menjadi seorang pembantu. Banyak dari orang-orang kaya yang datang kemari untuk membeli kami, para budak yang telah terlatih. Teman-teman sebayaku telah banyak yang dibeli dan dipekerjakan. Nasib kami budak tak jauh berbeda dengan binatang. Kerap disiksa dan dicaci maki. Tapi, itu sudah menjadi takdir kami para budak. 

            Aku tidak pernah membalas jika Kepala pembantu Jang menghinaku. Karena beliau, aku bisa hidup sampai saat ini. Aku berhutang budi banyak pada beliau. Mungkin, dia juga sudah bosan melihatku yang belum juga mendapat pembeli untuk mempekerjakanku.

            Hari berganti hari, jam berganti jam, menit berganti menit, dan detik semakin berlalu. Aku terus melakukan rutinitasku yaitu terus mendapat bimbingan untuk menjadi pembantu yang professional. Kali ini tugasku membersihkan taman. Saat sedang membersihkan taman, tiba-tiba pandanganku teralihkan.

            “ Wah...orang ini pasti sangat kaya. Mobilnya licin dan mewah sekali. Bekerja sampai matipun tak akan bisa membeli mobil sebagus itu,” pujiku menggumam kecil dengan tatapan terpana pada mobil yang mewah dihalaman tempat penampungan yang baru saja terparkir. 

            Luhan POV end 

            “ Selamat datang ditempat penampungan kami, Tuan Kim. Silahkan melihat-lihat. Jika ada yang menurut anda cocok, segeralah memberitahu saya,” sambut Kepala pembantu Jang dengan senyumnya yang merekah-rekah. 

            “ Baiklah,” jawab Tuan Kim. Pria tua berkacamata dengan setelan jas yang pastinya mahal berwarna abu mulai mengedarkan pandangannya manakala mulai berjalan atas panduan kepala pembantu Jang. Pria tua itu terlihat sangat ramah dengan senyumnya, begitu menurut Luhan. 

            “ Siapa anak itu?” Tanya Tuan Kim membuat Kepala pembantu Jang berhenti berbicara. Sambil berjalan dengan Tuan Kim, ia juga menjelaskan tentang tempat penampungan budak ini. 

            “ Anak yang mana, Tuan?” Tanya Kepala pembantu Jang.

            “ Anak yang sedang menyapu halaman itu? Siapa dia? Apa dia juga salah satu dari budak disini?” ujarnya memperjelas maksudnya. Kepala pembantu Jang mengangguk mengerti.

            “ Anda benar, Tuan Kim. Itu Xi Luhan, salah satu budak ditempat kami. Xi Luhan, 19 tahun, dan anak yang sangat rajin,” Kepala pembantu Jang menjelaskan sedikit tentang Luhan. 

            “ Aku mau membeli dia. Segera uruskan semua surat-suratnya,” pinta Tuan Kim final. Senyum Kepala pembantu Jang merekah bagai roti. Permohonannya akhirnya terkabul akan ada juga orang yang akan membeli Luhan. 

            “ Dengan senang hati, Tuan Kim. Silahkan anda berjalan-jalan melihat-lihat suasana penampungan kami. Saya akan mengurus semuanya terlebih dahulu,” pamit Kepala pembantu Jang.
©           
            Jinjayo?! Akan ada orang yang membeliku?” kagetku ketika Kepala pembantu Jang memberitahu kabar gembira untukku. 

            “ Iya. Cepat bereskan semua barangmu dan segera temui pembelimu. Ingat, jangan membuatku malu! Kau mengerti?” sinisnya namun aku membalasnya dengan senyuman dan segera melaksanakan perintahnya. Untuk seorang budak, mendapatkan pembeli ialah penghargaan untuk kami. Setidaknya masih ada orang yang membutuhkan kami. Ya, walaupun hanya untuk diperintah-perintah. 

            Aku sudah selesai dengan semua barangku, dan kini aku memandang keseluruh kamarku yang sangat kecil dan sumpek. Mungkin menurut banyak orang, kamarku ini sama saja dengan gudang tempat barang rongsokan. Aku lalu meninggalkan kamarku dan siap menemui siapa tuanku selanjutnya. 

            “ Omo, dia tuan yang mempunyai mobil mewah itu. Apa dia yang menjadi tuanku?” batinku terdiam. Aku langsung tersadar manakala Kepala pembantu Jang menyenggolku dengan kasar. 

            A-anyeonghaseyo, Xi Luhan imnida,” ucapku memperkenalkan diriku dengan membungkukkan badan sedalam mungkin. 

            Anyeonghaseyo. Mulai sekarang, aku akan menjadikanmu pembantu dirumah seseorang. Sekarang, berpamitlah dan kita segera pergi ke tempat kerjamu,” ucapnya ramah sekali. Tak ada gelagat ia melecehkan ataupun menganggapku rendah. 

            Akupun berpamitan dengan seluruh penghuni penampungan ini beserta Kepala Pembantu Jang juga. Saat berada tepat didepan mobil mewah tadi, aku menggunakan tanganku dengan hati-hati untuk menyentuh mobil tersebut. Aku semakin takjub dibuatnya ketika aku melihat isi dalam mobil ini. Aku pernah naik mobil, tapi mobil pengangkut sayuran. Ini kali pertamaku naik mobil super mewah seperti ini. Mobil mewah ini pun berjalan menjauhi penampungan dan menuju Seoul.

            “ Maaf atas kelancanngan saya, Tuan. Tapi, dimanakah kelak saya akan bekerja? Apakah dirumah Tuan?” Tanyaku sopan dan menunduk. Tidak begitu etis bagi budak untuk bertanya-tanya kepada tuannya. 

            “ Bukan, kau tidak bekerja dirumahku. Kau akan bekerja dirumah Tuan muda. Anak dari pimpinan perusahaan tempatku bekerja. Kuharap, kau bisa mengawasinya. Aku berharap lebih padamu, Luhan,” ucapnya terus berkonsentrasi dalam menyetir. 

            “ Suatu kehormatan untuk saya, Tuan. Tuan sangat baik pada saya, sudah seharusnya saya melaksanakan perintah ini, Tuan,” balasku kecil dan sopan. 

            Beberapa jam kemudian, Sampailah kami di Seoul. Sangat berbeda. Seoul begitu gemerlap ditengah malam yang gelap. Begitu metropolitan, begitu ramai, begitu hidup, dan begitu indah. Ini kali pertama aku melihat langsung kota Seoul, kota impian. Dibenakku, sebenarnya aku penasaran tentang siapa yang akan menjadi Tuanku nantinya. Seperti apa sosoknya membuatku sangat penasaran. Tiba-tiba mobil berhenti membuatku tersentak kaget. 

               “ Turunlah. Kita sudah sampai,” ujar Tuan Kim. Kepalaku tetap tertunduk hingga dapat kurasakan poniku menyentuh bulu mataku. 

            “ Wah...apakah ini sebuah rumah? Ini terlihat seperti istana. Megah dan indah sekali,” pujiku terlontar begitu saja. Tawa ramah Tuan Kim sontak keluar. 

            “ Maaf atas kata-kata saya, Tuan Kim,” sanggahku meminta maaf karena telah berkata yang tidak-tidak.

            “ Tidak apa-apa. Ayo masuk,” ajaknya. Kami sambut oleh beberapa pelayan dan berseragam rapi sekali. Aku berkali-kali membungkukkan badanku kepada pelayan-pelayan ini. Setidaknya derajat mereka lebih tinggi dibandingkan denganku yang hanya seorang budak. Tuan Kim lalu meninggalkanku setelah menjelaskan seluruh tugasku. Ahn ahjumma, selaku kepala pembantu dirumah ini. Dia berbanding terbalik dengan kepala pembantu Jang. Baik dan ramah sekali. 

            “ Luhan, kau berasal dari mana?” Tanya salah seorang pembantu saat kami makan malam bersama di dapur belakang. 

            “ Aku berasal dari penampungan budak di Gwangju,” ucapku tersenyum ramah pada mereka.

            “ Gwangju? Tapi, sejujurnya kau tidak terlihat seperti budak. Disini, kita semua sama saja. Tidak ada istilahnya budak. Kau mengerti?” ucap mereka semua. Aku tersentuh. Masih ada orang yang begitu menghargaiku seperti ini.

            “ Terima kasih. Terima kasih atas kebaikan kalian. Aku senang bisa bertemu dengan orang-orang sebaik kalian,” balasku tulus. 

            “ Bisakah kalian memberitahuku tentang tuan muda?” pintaku pada mereka.

            “ Tuan muda adalah orang yang dingin. Jarang berbicara dan kami sangat jarang melihatnya tersenyum. Sangat tertutup. Tak ada yang bisa menebak seperti apa Tuan muda. Dia tidak jahat, namun hanya terlalu misterius. Walau masih berumur 17 tahun, ia sudah belajar banyak hal untuk dipersiapkan menjadi penerus perusahaan kelak. Kadang aku kasihan melihatnya. Masih semuda ini telah menanggung beban seberat itu” 

            “ Seperti itu, ya. Dia terdengar sangat kesepian. Kasihan Tuan muda,” desisku membayangkan betapa tersiksanya menjadi Tuan Muda. 

            “ Tapi...kau akan sangat terpesona ketika pertama kali melihat Tuan Muda. Tuan Muda itu sangat tampan dan berkharisma. Jika kau melihatnya, kau pasti akan terpesona,” ucap salah satu pembantu yeoja

            “ Tapi, daritadi aku belum melihat Tuan Muda. Dimana dia?” tanyaku lagi. 

            “ Dia masih di belum pulang. Mungkin sekarang masih belajar tentang bisnis. Ia selalu pulang malam. Sekarang, tugasmu membukakan pintu untuk Tuan Muda. Iya kan?”

            Aku hanya mengangguk kecil lalu kembali memakan makan malamku. Selesai makan malam, aku diberikan satu set seragam khusus pembantu dan mengantarku menuju kamarku. Kamar ini kecil namun jauh lebih baik dari kamarku di penampungan. Bahkan aku pikir kamar ini terlalu mewah untukku. 

            “ Bersihkan dirimu dan ganti pakaianmu dengan seragam itu. Setelah itu, temui aku diruang depan. Mengerti?” tutur Kepala Pembantu Ahn ramah padaku. 

            Ne, Kepala Pembantu Ahn. Kamsahamnida,” jawabku membungkukkan badanku kepadanya. 

            Air yang mengguyur tubuhku terasa begitu segar sekaligus perih. Saat kupegang lenganku, luka tersebut masih terasa sangat sakit. Iya, aku sering dipukuli saat di penampungan. Tubuhku yang putih terlihat sangat kontras dengan bilur-bilur kebiruan dan bekas luka yang menghiasinya. 

            Kini aku berdiri didepan kaca sambil menatap tubuhku. Aku tidak begitu tinggi. Rambutku berwarna coklat dan berponi. Wajahku terlihat tampan sekaligus cantik dengan mata besar berbulu mata lentik, hidung mungil yang bangir, dan bentuk bibir yang sangat kusukai. Secara keseluruhan, aku lebih terlihat cantik daripada tampan. 

            Setelah aku menggunakan semuanya, aku keluar memenuhi suruhan Kepala Pembantu Ahn tadi. Sampai disana, ia belum tampak. Syukurlah. Hanya beberapa menit selang kedatanganku, ia pun tiba. 

            “ Tugasmu ialah setiap malam harus menunggu Tuan muda hingga pulang. Kau yang bertugas membukakan pintu untuknya. Tidak hanya itu, penuhi semua keinginannya. Kau yang melayaninya saat malam dia pulang kerumah. Mengerti?” tuturnya memaparkan tugasku.

            “ Saya mengerti, Kepala Pembantu Ahn,” jawabku menundukkan kepalaku.

            “ Selamat bertugas, Luhan. Aku mempercayakan Tuan Muda padamu,” ucapnya meninggalkanku sendirian diruang tengah. Kubungkukkan badanku mengantar kepergiannya. Sekarang hampir menunjukkan tengan malam. Sambil menunggu tuan muda, aku melihat-lihat apa yang ada di ruang tengah ini. Aku hanya berani melihat saja. Seluruh barang diruangan ini sangatlah mahal. Aku tak punya keberanian untuk menyentuh barang-barang ini. 

            “ Wah...neomu kyeopta,” desisku kecil ketika melihat foto-foto kecil yang pastilah itu Tuan Muda saat masih kecil. Ia terlihat sangat lucu. Aku sampai gemas sendiri melihat foto-foto itu. 

            Tengah malam sudah, tapi Tuan muda belum pulang juga. Aku mulai terserang kantuk sedikit demi sedikit. Kini aku terduduk dikursi samping pintu utama. Kursi yang disediakan untukku. Entah yang keberapa kalinya sudah aku menguap. Kantuk benar-benar telah menguasaiku. Perlahan tapi pasti, aku akhirnya tertidur tak sadarkan diri lagi. 
 TBC...next part...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar