PART 3
Kini Sehun tengah makan malam diruang makan rumahnya ditemani oleh
beberapa pelayan dan Luhan salah satu diantaranya. Hanya suara sendok yang
berdenting saja yang terdengar diruangan ini. Luhan hanya terus menunduk hingga
ia tak sadar jika Sehun telah selesai makan.
“
Aku akan mengumumkan sesuatu. Aku akan mengumumkan tentang hukuman yang akan
kuberikan kepada Luhan karena lalai di tugas pertamanya,” seru Sehun membuat
Luhan sontak mengangkat kepalanya. Ia lalu menoleh kearah Kepala Ahn. Kepala
Ahn hanya mengangguk padanya.
“
Hukumannya adalah, dia harus menemaniku kemana saja aku pergi. Tak ada yang
bisa memerintahnya terkecuali aku. Kalian mengerti?” lanjutnya menatap kearah
Luhan.
“
Mengerti Tuan Muda,” jawab semua yang ada di ruang makan. Sehun lalu
meninggalkan ruang makan.
“
Hukumanmu bagus sekali, Luhan. Betapa beruntungnya kau diangkat sebagai
pembantu khusus Tuan Muda. Aku iri padamu, Luhan-a,” ucap salah seorang dari pelayan kepada Luhan saat mereka
membereskan meja makan.
“
Ah, mungkin aku hanya sedang beruntung saja,” Luhan merendah sambil tersenyum.
Ia fikir, hukuman yang diberikan bukanlah seperti hukuman. Tapi, ia sangat
bersyukur dengan itu.
Sesudah
membersihkan ruang makan, Luhan dipanggil menghadap oleh kepala Ahn. Kepala Ahn
akan memberitahukan Luhan semua yang berkaitan dengan Sehun. Mulai dari yang
umum hingga yang khusus. Berhubung Luhan telah diangkat menjadi pembantu
pribadi Sehun, dia harus tau apa yang Sehun butuhkan.
“
Kerjakan pekerjaanmu sebaik mungkin, Luhan. Tuan Muda mempercayakan dirinya
padamu. Kau mengerti?”
“
Algaeseumnida, Kepala Ahn. Terima
kasih atas informasi anda,” ucap Luhan lalu keluar dari ruangan Kepala Ahn.
Sesampainya dikamar, Luhan mencatat
seluruh yang diberitahukan oleh kepala Ahn tadi. Luhan takut ia lupa nantinya.
©
“
Ah, Tuan Muda harus minum susu,” ujarku berbicara sendiri. Aku lalu bangkit dan
menuju dapur. Untuk malam hari, aku hanya menggunakan setelan sederhana. Hanya
celana panjang berbahan katun dan kaos lengan panjang saja. Pada pagi hari saja
hingga makan malam saja kami menggunakan seragam.
Aku
lalu mengantarkan susu beserta beberapa potong buah yang kuletakkan dalam satu
nampan ke kamarnya. Aku menarik nafasku lalu berjalan hingga didepan pintu
kamarnya.
“
Permisi, Tuan Muda. Ini saya, Luhan,” ucap Luhan tepat didepan pintu setelah
mengetuknya pelan.
“
Masuklah,” suara dari dalam menyuruh Luhan segera membuka pintu dan masuk ke
dalam kamar.
Ini
kali kedua aku memasuki kamar Tuan Muda Sehun. Ternyata dia sedang belajar.
Meja belajar besar dikamarnya dipenuhi dengan buku-buku yang tentu saja asing
untukku. Aku hanya menempuh pendidikan hingga SMA dan tidak melanjutkannya
kembali. Kuletakkan nampan dimeja kecil dekat meja belajar Tuan Muda Sehun.
“
Sepertinya aku belum menyuruhmu untuk keluar. Tunggu sampai aku menyuruhmu
keluar,” perintah Tuan Muda tanpa mengalihkan pandangannya dari buku bacaannya.
“
Baiklah, Tuan Muda,” jawabku lalu tetap berdiri di pojok kamarnya. Beberapa
jam, aku tetap berdiri hingga aku merasa kakiku mati rasa. Selama aku berada
dikamar ini, hanya suara lembaran buku saja yang terdengar.
“
Selesai. Uhkkk...lelahnya~” keluh Tuan Muda merentangkan tangannya lalu bangkit
dari tempat duduknya. terhitung dua jam lamanya aku berdiri tanpa duduk
sedikitpun. Ia menatap aneh kearahku dan berjalan mendekatiku.
“
Mengapa kau berkeringat? Apa kau sakit? Jangan bilang, kau sedari tadi terus
berdiri seperti ini?” tebaknya benar dan membuatku mengangguk kecil.
“
Aku harus menunggu perintah Tuan Muda. Daritadi, Tuan Muda tidak mengeluarkan
perintah untukku duduk. Jadinya, aku terus berdiri hingga Tuan Muda selesai,”
jujurku padanya. Jujur, aku lemas berdiri selama ini.
“
Aish!” desis Tuan Muda lalu menuntunku untuk duduk ditempat tidurnya. Lega
rasanya. Rasa lelahku langsung hilang.
“
Lain kali jangan menunggu perintahku untuk hal sekecil ini. Kalau aku
memerintahkanmu untuk terjun dari lantai 10, apa kau mau melakukannya?! Tidak
kan?!” suaranya sedikit meninggi membuatku menundukkan kepalaku.
“
Maafkan saya, Tuan Muda,” cicitku kecil. Kali ini aku tidak berani menatap
wajahnya.
“
Maafkan aku juga karena membentakmu. Duduklah diam,” suruhnya pelan. Kami yang
semula duduk bersampingan kini ia melorot hingga kebawah dan memegang kakiku.
“
T-tuan Muda, apa yang anda lakukan? Kumohon jangan seperti ini,” cegahku ketika
ia memegang kakiku untuk memijitnya. Sungguh sangat tidak pantas. Seharusnya
aku yang berada diposisi Tuan Muda bukan dia.
“
Sudah, diam saja. Ini perintah,” balasnya terus memijit betisku. Aku mengalah
dan membiarkan Tuan Muda memijitnya. Rasanya sangat aneh diperlakukan seperti
ini oleh Tuanku.
“
Bagaimana? Sudah baikan?” tanyanya sembari menatap wajahku. Tangannya masih
memijit-mijit pelan betisku. Kulihat, ia khawatir.
“
Sudah lebih baik, Tuan Muda. Terima kasih,” jawabku. Aku meraih kedua tangannya
dan memintanya untuk berhenti. Ia kembali duduk disampingku. Tak terasa, aku
terus menguap. Kuakui, aku sudah sangat mengantuk.
“
Kau pasti sudah mengantuk. Kalau kau mau, tidurlah disini, denganku,” ajaknya
namun kutolak dengan halus. “ Terima kasih atas tawaran Tuan Muda. Tapi, aku
lebih nyaman tidur dikamarku sendiri,”
“
Baiklah kalau begitu. Ayo, kuantar kau kekamarmu,” ujarnya kini meraih tangan
kiriku lalu mengalungkannya di lehernya. Aku sontak saja langsung kaget dengan
perlakuannya yang selalu saja tiba-tiba. Tak sampai disitu, ia juga memeluk
pinggangku dengan tangannya dan menuntunku berjalan dengan perlahan. Jika aku
kembali membantah, pasti dia akan mengatakan jika ini perintah dan aku harus
menurutinya.
“
Sampai,” desisnya pelan setelah mendudukanku di ranjangku. Ia melihat keseluruh
penjuru kamar berukuran kecil ini. Ia lalu menghampiri sebuah papan stereform
yang sengaja kutempel untuk menempel kertas yang berisi semua tentang Tuan Muda
Sehun. Ingin mencegahnya, kakiku yang lemas membuatku tak mampu melakukannya. Akhirnya
aku pasrah dan menyembunyikan wajahku yang memerah.
“
Apa kau seorang spy? Kau banyak
mengumpulkan data tentangku, ya. Hahaha,” tawanya meledak sembari terus
menelaah setiap tulisan tentang dirinya dikertas itu.
“
Pantas saja kau tau kapan waktunya aku minum susu dan makan buah. Hahaha,”
tawanya kembali meledak membuatku semakin malu.
“
Kumohon Tuan Muda tidak mentertawakan saya seperti ini. Ini benar-benar
memalukan. Saya hanya tidak mau menjadi pembantu yang tidak becus karena tidak
mengingat setiap detail tentang Tuanku,” jawabku kecil dengan wajah yang
tertunduk malu.
Tempat
tidurku berderit, Tuan Muda kini duduk disampingku. Aku memberanikan diri
menatapnya. Ia menatapku juga dengan senyuman yang indah itu. “ Terima kasih
karena memperhatikanku. Aku senang diperhatikan olehmu,” ucapnya lembut sekali.
Aku hanya mengangguk kecil dan tersenyum padanya.
“
Tidurlah. Mulai besok pagi kau akan ikut kemanapun aku pergi. Persiapkan
dirimu. Selamat malam,” pamitnya tersenyum lalu diakhir ia mengelus kepalaku.
“
Anda juga, Tuan Muda. Selamat malam,” balasku tersenyum padanya. Pintu tertutup
dan aku kini berbalutkan selimut. Kupegang kepala yang masih terasa hangat oleh
elusannya. Setiap memikirkan adegan itu, entah mengapa aku merasa wajahku
memanas dan ada banyak kupu-kupu yang beterbangan diperutku. Rasanya perutku tiba-tiba
mulas mendadak.
©
“
Ayo ikut aku,” Aku menarik Luhan yang baru saja kutemui diruang tengah. Entah
mengapa, aku tidak terlalu menyukai baju seragamnya yang formal itu. Aku lebih
menyukai ia menggunakan setelan sederhana seperti pada saat malam hari. Ia yang
bingung hanya mengikuti kemana aku membawanya. Aku membawanya ke kamarku dan
membuka lemari tepat dihadapannya. Aku mau, selama ia menemaniku, ia memakai
pakaian bebas. Bukannya aku malu membawanya kemana-mana, tapi aku lebih suka
dengan penampilannya seperti itu.
“
Apa yang ingin anda lakukan, Tuan Muda?” beonya. Kuakui, dia terlihat sangat
bingung. Wajah bingungnya tetap saja terlihat imut.
“
Ganti pakaianmu dengan ini. Jangan membantah, ini perintah,” jawabku pas. Ia
tak menjawab melainkan mengangguk kecil lalu mencobanya di kamar mandiku. Aku
menyuruhnya menggunakan pakaianku yang kurasa sedikit sempit untukku.
Beberapa
saat kemudian, ia keluar dengan wajah yang agak bingung dan risih. Aku
ternganga. Dia benar-benar berbeda. Manis sekali dengan pakaian berwarna
seperti ini. Celana jeans berwarna
hitam panjang, kaos berkerah V berwarna putih dibalut cardigan belang-belang
merah putih membuatnya terlihat sangat manis dan imut. Lehernya yang putih dan
mulus terlihat sempurna.
“ Perfect!” ucapku sambil terus
menatapnya.
“
Apa tidak apa-apa dengan pakaian seperti ini, Tuan Muda?” tanyanya dengan
ekpresi wajahnya yang sangat imut nan memelas.
“
Tidak apa-apa. Ayo, sekarang kita berangkat,” ajakku. Tunggu, aku lupa. Kubuka
kembali lemariku dan mengambil sebuah sepatu converse berwarna merah dan menyuruh Luhan memakainya. Benar-benar
sempurna.
Biasanya,
pengawal yang mengawalku duduk dikursi bagian depan bersama dengan supir, tapi
kali ini aku meminta Luhan duduk bersamaku. Diriku merasa tak mau berlama-lama
berjauhan dengan Luhan yang manis. Kuperhatikan, ia hanya diam dan memainkan
jari tangannya yang lebih kecil dariku.
“
Sampai. Ayo turun,” ajakku pada Luhan. Saat kami turun, banyak murid sekolah
yang menatap kearahku dan Luhan. Tapi aku tidak peduli. Aku tetap menggandeng
tangan Luhan hingga memasuki sekolah. Aku adalah donatur terbesar sekaligus
pemilik saham terbesar di sekolah ini, jadi aku punya hak membawa siapapun
masuk ke sekolah ini.
Aku
membawa Luhan hingga di UKS sekolah, tempatku biasa menghabiskan waktu. Aku
mengenal baik petugas UKS ini, Hara Nonna
namanya. Sebelumnya, aku juga sudah memberitahunya terlebih dahulu tentang
hari ini.
“
Hara Nonna...,” panggilku sembari
menutup pintu.
“
Eoh Sehunnie, wasseo,” sambutnya
muncul dari balik tirai putih. Ia menghampiri kami dan pada akhirnya terhenti
pada sosok Luhan.
“
Ini pasti Luhan, benarkan?” tebaknya semangat sekali
“
Anyeonghaseyo, Luhan imnida,” tutur Luhan sopan pada Hara noona.
“
Ouch...Neomu kyeopta. Jeongmal yeppeoda!”
pekiknya histeris sembari terus memegangi wajah Luhan dengan semangat.
“
Aish, Nonna keumanhaesseo!,” cegatku
cepat. Luhan terlihat hanya senyum malu-malu saja.
“
Noona, aku titip Luhan disini sampai
aku pulang sekolah. Aku masuk kelas dulu,” pamitku pada Hara Nonna.
“
Pasti akan kujaga, Sehunnie. Aku tidak akan membiarkan anak seimut ini diganggu
orang. Percaya padaku,” balasnya berlebihan. Luhan hanya tersenyum geli.
“
Micheo. Luhan-a, aku masuk kelas dulu. Jam istrahat, aku akan kesini lagi. Kau
kutinggal tidak apa-apa ya?” ujarku pada Luhan. Kini ia sudah terbiasa
menatapku jika berbicara.
“
Tidak apa-apa, Tuan Muda. Belajar yang baik ya, Tuan Muda,” nasihatnya
membuatku terkekeh. Aku lalu berlalu sesaat setelah mengelus kepala Luhan
lembut.
©
Aku
melihat-lihat isi UKS sekolah Tuan Muda Sehun dan sesekali berbincang-bincang
dengan Hara Nonna. Dia wanita yang
baik dan mempunyai selera humor yang baik pula.
“
Anak itu terlihat berbeda,” gemingnya membuatku bingung. Aku melongo ingin tau.
“
Apa ada yang berubah dari Tuan Muda, Noona?”
tanyaku bingung.
“
Semenjak ada kau, dia terlihat berubah. Dia lebih sering tersenyum dan
melembut. Sebelumnya, dia adalah manusia yang sangat dingin. Tak pernah
tersenyum sama sekali. Disekolah pun dia jarang berbicara kecuali untuk hal
yang penting. Setiap jam istirahat, ia selalu kemari dan menghabiskan waktunya
untuk tidur,” cerita Hara Noona
membuatku ternganga.
“
Aku hanya merasa, Tuan Muda sangat kesepian. Tapi, mungkin itu hanya perasaanku
saja,” ceracauku kecil.
“
Anggapanmu sama sekali tidak meleset. Dia benar-benar kesepian. Ibunya sudah
lama meninggal dan Ayahnya berada diluar negeri untuk mengurusi bisnis
keluarganya yang sangat besar. Yang ia kerjakan hanya belajar untuk bisa
meneruskan perusahaan keluarganya,”
“
Kasihan, Tuan Muda. Usianya masih muda namun telah memikul beban seberat itu,”
beoku lemah. Aku kembali memikirkan Tuan Muda.
“
Apa kau tidak menyadari sesuatu akan sikapnya padamu, Luhan?” tanyanya padaku.
kini ia meletakkan segelas teh dihadapanku. Aku menggeleng tidak tau.
“
Dia sangat menyukaimu. Saat pertama kali ia melihatmu, ia tidak berhenti
menceritakan dirimu padaku. Aku sampai bosan mendengar ia menceritakan tentang
dirimu,” tuturnya lagi lalu tersenyum geli.
“
Aku bersyukur, Tuan Muda menyukaiku. Berarti sebagai budak, aku berhasil,”
jawabku tersenyum kecil.
“
Kuharap kau tetap menjaga dan memperhatikan Sehun. Aku mengkhawatirkan anak
itu. Dia sangat sulit mendapatkan orang yang dia sukai. Sayangilah dia, maka
dia akan lebih menyayangimu lagi,” tutur Hara Noona serius.
“
Tuan Muda orang yang sangat baik hati. Dia tidak pernah memperlakukanku sebagai
budak yang sederajat dengan binatang. Dia telah mengangkat derajatku dan
memperlakukanku seperti manusia. Aku berhutang budi padanya. Sudah sepantasnya
aku menjaga dan menyayangi Tuan Muda, Noona,”
jelasku.
©
Sekarang
menunjukkan jam 11. 55 siang. Bel istirahat berbunyi 5 menit lagi.
Konsentrasiku sudah buyar. Aku tidak sabar untuk cepat-cepat bertemu dengan
Luhan manisku. Beberapa detik sekali, aku selalu melihat jam tanganku.
“
Kenapa lama sekali. Menyebalkan!” umpatku kecil. Saat bel berbunyi, aku
langsung melesat keluar setelah mengeluarkan ponsel serta dompetku dari tas.
Kubuka
pintu UKS pelan-pelan. Aku berniat mengejutkan Luhan. Benar saja, ia tak
menyadari kehadiranku. Ia sibuk membuka kotak makanan yang ia bawa untuk makan
siangku dengannya. Sebenarnya aku bisa saja menuju kantin sekolah. Tapi,
kesempatan makan dengan Luhan adalah kesempatan menyenangkan untukku. Makan
sambil melihat wajahnya yang manis. Itu menyenangkan, bukan!
“
Luhan~” bisikku tepat ditelinganya membuat kejutan yang pas untuknya. Ia lalu
berbalik sambil memegangi dadanya. Wajahnya terlihat sangat lucu dan
menggemaskan.
“
Anda membuat saya jantungan, Tuan Muda. Kupikir ada hantu yang tiba-tiba lewat
di sampingku. Membuatku merinding saja,” jelasnya dengan mimic wajah takut yang
lucu.
“
Habis kau serius sekali sampai aku datang saja kau tidak sadar. Mana Hara Noona?” tanyaku pada Luhan.
“
Dia pergi menghadiri jamuan makan siang bersama dengan guru-guru yang lain,”
jawab Luhan pelan. Aku hanya mengangguk pelan tanda aku mengerti.
“
Makanlah, Tuan Muda. Tuan Muda pasti lapar setelah belajar keras,” tutur Luhan lembut
setelah menyiapkan semuanya untukku.
“
Kau makan juga. Aku tidak suka makan sendirian,” pintaku padanya. Ia mengangguk
dan memakan bekal makanannya juga. Luhan terlihat makan dengan serius hingga ia
tak sadar aku terus memperhatikannya sembari mengunyah makananku. Ia mulai
menyadari tatapanku dan akhirnya salah tingkah sendiri. Senyumku tertarik
begitu saja melihatnya salah tingkah seperti itu. Perlahan wajahnya bersemu
merah. Imut sekali.
“
Tuan Muda sedari tadi terus melihatku. Apa ada sesuatu yang aneh diwajahku,
Tuan Muda?” tanyanya akhirnya bergeming setelah lama menyembunyikan
kesalahtingkahannya.
“
Diamlah. Ada sesuatu di bibirmu,” ucapku lalu mengulurkan tanganku kearah
bibirnya. Memang, ada yang menyangkut disana. Kugunakan ibu jariku untuk
membersihkannya. Luhan memang penurut, dia benar-benar diam tak bergerak sama
sekali. Jarak kami yang lumayan jauh membuatku turun memajukan tubuhku. Karena
kini jarak kami mendekat, jelas sekali aku melihat bibir Luhan sama seperti
malam dimana aku mencium bibirnya pelan tanpa ia sadari.
“
T-terima kasih, Tuan Muda,” gemingnya kecil lalu menarik kembali wajahnya dari
jangkauan tanganku. Kepalanya tertunduk dan samar kulihat semburat merah itu
bertambah hebat.
©
“ Aku kembali ke kelas ya. Aku akan
menjemputmu setelah pulang sekolah nanti,” pamit Tuan Muda padaku. Aku hanya
mengangguk kecil tanda aku mengerti perintahnya. Hara Noona belum kembali juga dari jamuan makan siang tersebut. Tuan
Muda tak lantas langsung pergi, ia menatap wajahku lama sekali. Jujur, itu
membuatku salah tingkah karena tatapannya begitu dalam.
Tangannya
terulur dan mengelus pipiku lembut sekali. Jemarinya hangat dan lembut. Aku
tersentak kaget karena ia menyentuh wajahku. Saat aku akan menundukkan
kepalaku, ia menahannya dan terus menatapku. Pada akhirnya, ia tersenyum dan
meninggalkanku saat ia selesai mengelus kepalaku.
Deg...Deg...Deg...
Jantungku
terasa sakit karena terus berdetak tak karuan. Nafasku seringkali tertahan jika
Tuan Muda mulai menatap bahkan menyentuhku. Apapun yang berkaitan dengan Tuan
Muda pasti membuat tubuhku menjadi aneh. Semacam ada rasa senang berlebihan
hingga aku merasa sel-sel tubuhku ikut berjingkrak-jingkrak. Aku sendiri pun
bingung aku ini sebenarnya kenapa?
“
Luhan...Bagaimana makan siangmu dengan Sehun? Apakah menyenangkan?” Hara Noona
akhirnya datang setelah beberapa menit Tuan Muda meninggalkan tempat ini.
“
Menyenangkan sekali, Noona. Tuan Muda
makan dengan lahap. Aku senang melihatnya makan selahap itu,” ceracauku ceria.
Hara Noona hanya tersenyum mendengar
ceracauanku.
©
Hari
sudah sangat sore dan kami sedang dalam perjalanan ke jadwal Tuan Muda selanjutnya
yaitu belajar tentang dunia bisnis dan lain sebagainya. Mobil yang kami
tumpangi membelok ke sebuah hotel mewah.
“
T-tuan Muda...” Aku berusaha menolak saat Tuan Muda kembali menggandeng
tanganku memasuki hotel tempat ia selalu belajar. Bukannya melepasnya, dia
semakin mengeratkan genggamannya sembari terus berjalan. Ia benar-benar tidak
peduli dengan tatapan orang. Tidak sama denganku, aku hanya menundukkan
kepalaku sembari terus mengikuti langkahnya.
“
Selama aku belajar, duduklah disini. Kau menungguku sambil duduk disini. Kau
mengerti?” ucap Tuan Muda memegang pundakku dan mendudukkan aku di sebuah kursi
yang berada dipojok ruangan tempat ia belajar. Ruangan ini seperti sebuah
tempat rapat.
“
Saya mengerti, Tuan Muda. Tuan Muda, Fighting!”
Aku mengepalkan tangannku dan memberi semangat pada Tuan Muda karena kulihat ia
sedikit lelah.
Ia
terkekeh kecil lalu mengelus kepalaku. “ Gomaweo,
Luhan-a,”
Proses
belajar dimulai dengan menggunakan bahasa inggris yang tidak kumengerti
sedikitpun. Layar besar didepan Tuan Muda dipenuhi dengan angka-angka serta
kata-kata yang sangat asing untukku. Kudengar sesekali Tuan Muda berbicara. Ia
juga terkadang mengangguk-angguk. Dia pasti mengerti dengan yang diajarkan. Pengajarnya saja warga Negara
asing.
Lingkaran
mata panda Tuan Muda mulai terlihat. Dia pasti sangat lelah. Aku saja yang
menunggu tanpa melakukan apa-apa saja terasa lelah, bagaimana dengan Tuan Muda?
Pasti rasa lelahnya jauh lebih dariku.
“
Kasihan Tuan Muda. Pasti dia lelah,” gumamku melihat Tuan Muda yang baru saja
menguap dengan tatapan iba dan kasihan. Kini ia menatap kearahku dan senyumnya
yang indah itu terukir dan ditujukan padaku.
“
fighting, Tuan Muda,” bisikku pelan.
Sepertinya ia bisa membaca gerak bibirku alhasil membuatnya tersenyum lalu
mengangguk pelan. Ia lalu kembali memperhatikan pengajarnya berkoar-koar
didepan.
Tepat
jam 11 malam, Tuan Muda selesai belajar. Pengajarnya keluar dan menyisakan kami
berdua didalam ruangan ini. Aku berdiri dan berjalan kearahnya sambil membawakan
minuman untuknya. Kulihat, ia merenggangkan tubuhnya yang pastinya pegal.
“
Minumlah ini, Tuan Muda. Anda pasti sangat lelah,” ujarku meletakkan sebotol
minuman dihadapannya. Ia hanya tersenyum dan meminum pemberian dariku. Beberapa
menit kemudian, kami berdua telah didalam mobil yang akan membawa kami pulang.
“
Luhan, kemari,” panggilnya padaku. Aku menggeser tubuhku agar mendekat pada
Tuan Muda. “ Ada yang bisa saya bantu, Tuan Muda?”
“
Diamlah. Aku pinjam bahu dan lenganmu,” perintahnya langsung memeluk lengan
kananku dan meletakkan kepalanya di bahuku. Nafasku langsung tercekat di tenggorokan.
Tak ada jarak lagi antara aku dan Tuan Muda. Aroma tubuh Tuan Muda yang
maskulin langsung menerobos indra penciumanku. Dengkuran halusnya terdengar
jelas di telingaku.
“
Tuan Muda tertidur. Kasihan dia. Pasti sangat lelah,” gumamku. Karena ia
tertidur, pasti ia tak mendengar gumamanku.
©
“
Bangun Tuan Muda. Kita sudah sampai,” suara lembut Luhan membuat mataku
terbuka. Tubuh Luhan sangat nyaman untuk kujadikan sandaran. Masih sangat jelas
aroma bayi dari tubuhnya yang khas. Kulitnya yang lembut seperti bayi membuatku
nyaman sekali. Walau lengannya kurus, tapi begitu hangat dan nyaman untuk
dipeluk.
Aku
hanya memberinya senyum dan kami berjalan memasuki rumah bersama. Luhan
membukakan pintu untukku dan mengantarku hingga ke kamarku.
“
Kalau Tuan Muda membutuhkan sesuatu, cari saja saya di kamar. Saya permisi
dulu, Tuan Muda. Selamat malam,” pamit Luhan membungkukkan badannya padaku.
Pintu tertutup dan meninggalkan aku sendiri di kamar.
“
Cari aku dikamar ya katanya. Hmm...” Tiba-tiba aku mendapat ilham. Aku
membersihkan diriku terlebih dahulu, mengganti pakaianku dengan piyama, dan aku
ingin melakukan sesuatu.
©
Aku merebahkan diriku di tempat tidurku. Rasanya
nyaman sekali. Seharian ini menemani Tuan Muda cukup menguras tenagaku. Kutarik
selimutku dan bersiap untuk tidur. Namun, suara ketukan pintu kamarku membuatku
membatalkan niatku dan bangkit dari tempat tidurku untuk membuka pintu.
“ T-tuan Muda. Apa ada yang anda butuhkan?” tanyaku
karena ternyata Tuan Muda Sehun yang mengetuk pintu kamarku. Dia tidak menjawab
melainkan memasuki kamarku lebih dalam dan merebahkan dirinya di tempat
tidurku.
“ Tempat tidurmu nyaman juga. Aku mau tidur disini,”
pintanya membuatku tertohok kaget.
“ Kupikir, Kamar Tuan Muda jauh lebih nyaman
dibandingkan dengan kamar sederhana ini, Tuan Muda,” tuturku kini berdiri
disampingnya. Ia lalu mengubah posisinya menjadi duduk dan menatap kearahku.
“ Jadi, kau ingin mengusirku?” tebaknya langsung
membuat mataku membulat.
“ B-bukan, Tuan Muda. Bukan seperti itu maksudku,”
sanggahku cepat tak mau dia salah paham. “ Baiklah jika itu kemauan Tuan Muda.
Biar nanti saya tidur di bawah saja. Selamat tidur, Tuan Muda,” lanjutku pasrah
lalu menuju lemari untuk mengambil kasur lipat.
“ Tunggu! Perasaan aku tidak pernah menyuruhmu tidur
dilantai. Kau juga harus tidur diranjang ini,” cegahnya tanpa aba-aba langsung
menarik tanganku hingga aku terbaring tepat disampingnya.
“ Ta-tapi, Tuan Muda...”
“ Luhan...” ancamnya. Lagi-lagi aku hanya bisa
mengalah. Tempat tidurku tidak terlalu besar untuk memuat dua orang, alhasil
jarakku dan Tuan Muda sangat kecil. Mungkin hanya sejengkal saja. Terlebih
lagi, Tuan Muda menarik selimut untuk dipakai berdua denganku. Rasanya sangat
aneh.
“ Luhan-a,
bisa tidak aku minta satu hal padamu?” geming Tuan Muda.
“ Tentu saja, Tuan Muda. Katakanlah apa yang anda
pinta,” setujuku.
“ Bisakah kau hanya menganggilku dengan nama Sehun saja
tanpa embel-embel Tuan Muda? Aku tidak begitu suka dipanggil dengan sebutan
Tuan Muda,” protesnya sekaligus meminta. Kepalaku yang menatap kearah plafon,
kini beralih menatap Tuan Muda.
“ Ini perintah, bukan permintaan. Pasti jika aku
berkata permintaan, kau akan membantah. Jadi, kujadikan ini perintah,”
sanggahnya cepat sebelum aku menjawab. Benar apa yang dikatakannya.
“ Coba sebut namaku,” suruhnya mengubah posisinya
hingga menyamping kearahku. Kami sekarang saling bertemu wajah. Aku menarik
nafasku terlebih dahulu. Rasanya memanggil namanya benar-benar tidak sopan.
Tapi, karena perintahnya, aku harus melakukannya.
“ S-sehun...” gemingku kecil dan kaku.
“ kyepota!”
cetusnya lalu mencubit pelan pipiku. Kurasakan pipiku memanas lagi.
“ Luhan-a,
bolehkah aku meminta satu hal lagi? Tapi, kau jangan kaget ya,” pintanya lagi
dan kujawab dengan anggukan kecil. Kulihat kali ini ia berfikir keras untuk
mengatakan keinginan selanjutnya. Aku hanya menatapnya bingung dan
menunggu-nunggu.
“ Luhan, saranghaeyo.
Maukah kau menjadi pacarku?” ucapnya lembut dengan tatapan mata sayang dan
sendu tepat jatuh dimataku. Mulutku sedikit terbuka. Aku syock, kaget,
terkejut, dan bingung.
Rasanya tubuhku mau meledak. Entah mengapa ada perasaan
senang yang berlebihan didalamnya hingga perutku menjadi mulas dan jantungku
bekerja dua kali lebih banyak dari biasanya. Tapi, aku dan Tuan muda itu
sama-sama lelaki.
“ Apa Tuan Muda sedang bercanda? Anda tidak sedang
mengingau kan, Tuan Muda,” tuturku terbata-bata karena aku gugup.
“ Tidak, Luhan. Aku bersungguh-sungguh. Aku
mencintaimu. Aku tau ini aneh dan abnormal, namun satu yang aku tau Luhan yang
ada dihadapanku adalah alasan aku mencintaimu. Aku mencintaimu, tak perduli kau
budak ataupun apa. Aku tetap mencintaimu, Xi Luhan,” balasnya dengan nada suara
yang serius dan berbicara dengan terus menatap mataku.
Aku terdiam dan memikirkan serta meresapi kata-kata
Tuan Muda yang sangat indah. Tapi, apakah seorang budak sepertiku pantas untuk
seorang Tuan Muda sepertinya? Aku menyelami diriku hingga aku menemukan hati
nuraniku. Disana kudapatkan kebenaran yang selama ini kuabaikan, bahwa
sesungguhnya hatiku juga sangat mencintai Tuan Muda Sehun. Aku mencintainya
hingga aku tak mau melihat ia menderita dan lelah.
“ Sehun, maaf aku terlambat menyadarinya. Aku terlalu
takut memelihara rasa cintaku pada Sehun. Aku merasa tidak pantas mencintai
seorang Tuan Muda seperti Sehun. Tapi, setelah mendengar perkataan Sehun,
hatiku tergerak untuk mengembalikan rasa cinta itu. Apa Sehun tidak keberatan
jika rasa itu kembali?” tanyaku padanya. Kutatap sendu matanya yang tajam dan
teduh.
“ Dengan senang hati aku menerima rasa itu didalam
hatiku, Luhan. Sejak pertama melihatmu, rasa itu telah tumbuh didalam hatiku.
Kau seperti magis. Kau membuatku gila jika sebentar saja tak melihatmu. Tapi
mulai sekarang, kau menjadi milikku. Kau mengerti?” sahutnya tersenyum padaku.
“ Luhan bersedia menjadi milik Tuan Muda Oh Sehun,”
jawabku tersenyum kecil padanya. Bibirku terasa hangat dan basah ketika Sehun
mendaratkan bibirnya ke bibirku. Ternyata benar, aku memang mencintainya.
Sangat mencintainya.
“ S-sehun, Saranghaeyo,”
ucapku pelan dengan kepala tertunduk malu. Pasti wajahku telah memerah hebat.
Sehun lalu mengangkat daguku dan kembali menatapku. “ Nado saranghaeyo, baby
Lu,” balasnya lalu mencium sekilas bibirku lagi.
Malam yang tidak akan pernah kulupakan. Malam dimana
aku dan Tuan Muda Sehun memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih. Walau hanya
kami berdua saja yang tau. Lengannya yang memelukku membuatku hangat. Dadanya
yang bidang sangat nyaman kusandari. Aku merasa, aku merupakan budak paling
beruntung bisa dicintai dan dihargai oleh Tuanku. Aku berjanji untuk selalu
menjaga dan mencintai Tuan Muda tertampan dan tercintaku, Oh Sehun.
TBC...Next part...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar